Tampilkan postingan dengan label Ancient Age. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ancient Age. Tampilkan semua postingan

Jumat, 27 Maret 2015

5 Faktor Keberhasilan Ekspansi Alexander Agung




Kemenangan Alexander Agung dalam invasinya untuk menguasai Anatolia, Perisa, Mesir dan bahkan India telah menjadi legenda selama berabad-abad. Kemenangan Alexander tersebut bukanlah sebuah proses yang mudah. 



Kampanye untuk membawa 40.000 orang dan menempuh jarak ribuan kilometer juga bukanlah sebuah perkara yang sepele. Berikut ini merupakan beberapa faktor yang menyebabkan kemenangan Alexander Agung dapat direalisasikan:


1. Formasi Pasukan

Formasi pasukan Phalanx adalah salah satu formasi pasukan paling baik di jaman kuno. Hoplite adalah jenis pasukan yang dikembangkan di Yunani dan di kemudian hari menginspirasi berbagai bentuk pasukan lain seperti Romawi, Kartago atau bahkan Pasukan Salib di kemudian hari. Hoplite adalah pasukan bertombak, dengan jubah baja lengkap dan perisai kuat terdiri dari lapisan kayu dan baja. Pasukan semacam ini lambat geraknya, karena beratnya baju baja yang harus mereka bawa. Namun kekuatan bertahan dan daya serang mereka sungguh luar biasa.





Formasi pasukan phalanx dibuat pada dalam kolom-kolom yang terdiri dari 64- 256 orang. Kolom-kolom ini bekerja secara pararel dengan pasukan kavaleri untuk menghancurkan formasi pasukan musuh.

Pasukan Phalanx merupakan pasukan yang paling mutakhir pada jamannya. Pasukan ini dilengkapi dengan Sarissa, tombak sepanjang 6m (18 kaki) yang mempunyai mata ujung ganda (depan dan belakang). Jubah baja mereka yang disebut Hoplite terdiri dari perisai, helm, jubah (untuk melindungi dada dan perut), greaves (pelindung kaki), pedang, tombak dan tunik. Berat total peralatan ini adalah lebih dari 30 kg (75 pound).




2. Kontinuitas Suplai Logistik

Pasukan Alexander harus menempuh jarak ribuan kilometer dalam setiap penaklukannya. Seluruh penaklukan ini dilakukan dengan berjalan kaki. Artinya, mereka membutuhkan banyak sekali asupan makanan guna menjaga tenaga dari seluruh tentara, hal ini agak sedikit berbeda dengan penklukan Mongol yang misalnya menggunakan kuda sebagai kekuatan utama. Yang menarik adalah, hampir 70 persen pergerakan pasukan Alexander adalah dekat dengan air. Entah itu laut ataupun sungai.




Pergerakan angkutan logistik ini bukannya tanpa alasan, ia menggunakan kapal untuk menjaga ketersediaan suplai logistik untuk pasukannya. Kapal mempunyai daya angkut yang lebih besar dan lebih fleksibel dibandingkan dengan kereta kuda atau sejenisnya. Kapal juga tidak begitu membutuhkan banyak energi untuk menyokongnya. Barangkali bahkan tidak ada sama sekali ketika angin siap membuatnya berlayar jauh. Penggangkutan logistik semacam ini merupakan terobosan besar di dalam pengembangan teknologi militer.




3. Kedisiplinan


Pasukan Yunani yang dipimpin Alexander adalah pasukan yang paling disiplin di dunia pada masanya. Mereka dilatih sejak usia remaja atau bahkan usia dini untuk masuk dalam (mungkin) semacam dinas ketentaraan di masa sekarang. Sedangkan musuhnya, Persia, sedikit berbeda. Mereka merekrut pasukan dari budak atau daerah taklukan. Terkadang mereka sama sekali tidak mempunyai pengalaman militer sama sekali karena pekerjaan mereka yang sesungguhnya hanyalah petani atau buruh. Hanya sebagian kecil saja pasukan yang mempunyai kualitas baik. Salah satunya adalah immortal, pasukan pengawal kaisar.

Kedisiplinan pasukan semacam ini menjadi faktor penting dalam sebuah kampanye panjang. Kedisiplinan memperkecil tingkat desersi dan pembelotan pasukan. Tingkat kerahasian perjalanan pasukanpun terjaga sehingga manuver pasukan tidak dapat atau hanya kecil sekali terpantau oleh musuh.



4. Teknologi


Pasukan Alexander menggunakan teknologi untuk menaklukan daerah-daerah yang dilewatinya. Beberapa diantara alat-alat teknologi tersebut antara lain Menara Demetrius Poliorcertes. Sebuah menara yang digunakan untuk mendaki tembok pertahanan kota.

Gastraphetes dan Ballista juga telah digunakan untuk melakukan pengepungan terhadap kota-kota musuh. Gastraphetes merupakan crossbow yang mempunyai ukuran lebih besar. Sedangkan balista lebih mirip seperti panah yang berbentuk seperti meriam. Teknologi pengepunggan kota semacam ini tentu saja sangat berpengaruh untuk merebut kota-kota Persia di sekitar laut mediterania yang biasanya dilindungi oleh tembok yang tinggi.

Namun dari seluruh teknologi yang digunakan, tidak ada yang lebih mutakhir dari Hoplite atau kelengkapan pasukan Phalanx itu sendiri. Mengingat peperangan dengan pengepungan kota hanya sesekali saja terjadi. Sebagian besar peperangan terjadi di tanah lapang Asia yang luas. Dan di dalam peperangan jenis semacam ini ternyata pasukanPhalanx yang dilengkapi dengan Hoplite ternyata terbukti lebih efektif dibandingkankan dengan pasukan Persia yang sebagian besar tidak dilengkapi baju baja memadahi. Meskipun jumlah pasukan Persia jauh lebih besar dibandingkan Alexander.




5. Visi dan Misi


Alexander mungkin merupakan salah satu pemimpin perang yang paling unik sepanjang sejarah. Ia mempunyai visi untuk menyatukan seluruh daerah kekuasaannya menjadi sebuah kekaisaran yang plural. Kalau perlu perbedaan etnis ditiadakan dengan cara mencampur seluruh suku dan bangsa taklukannya. Salah satu usaha yang digunakan adalah dengan mendorong pasukannya sendiri untuk menikah dengan penduduk setempat. Alexander sendiri juga melakukan hal yang sama dengan menikahi Roxane dari Bachtria. Ia juga menikahi beberapa wanita bangsawan dari Persia.

Pluralisme ini membut Alexander disambut secara baik di daerah-daerah taklukannya. Ia bahkan mendapat sebutan di daerah tertentu seperti Iskandar di Mesir dan Arab, serta Syikander di Mesopotamia. Alexander dianggap sebagai seorang raja pembebas daripada seorang penakluk.






sumber: https://aninditablog.wordpress.com/2012/07/13/faktor-kemenangan-alexander-agung-atas-penaklukannya-di-asia/
.

Sabtu, 14 Maret 2015

Ahmad bin Fadlan dan Orang-Orang Viking




Tahun 921 M, Ahmad bin Fadlan atau juga disebut Ibnu Fadlan diutus oleh Khalifah al-Muqtadir, penguasa Dinasti Abbasiyah di Baghdad, untuk pergi ke kerajaan Bulghar (cikal bakal dari Bulgaria) di hulu sungai Volga di Kazan, wilayah Tatarstan saat ini. 


Kita semua tahu bahwa di atas sungai ini berdiri sebuah kota yang dinamai Volgograd, atau kota Volga. Sungai ini sangat bersejarah karena menjadi bukti bisu pertempuran brutal dan vital dalam perang dunia II. Ya, kota di sungai ini dahulu disebut Stalingrad, atau kota Stalin yang sangat dipertahankan mati-matian oleh tentara merah atas instruksi Presiden Rusia saat itu, Joseph Stalin yang bernama asli Iosef Vissarionovich Jugashvili.






Kembali ke petualangan Ibnu Fadlan, di padang rumput antara Laut Aral dan Laut Kaspia atau wilayah Inner Asia, Ibnu Fadlan berjumpa dengan peradaban kulit putih pra-Kristen yang diantaranya diyakini sebagai orang-orang Viking dari Skandinavia yang mengembara jauh ke timur. 


Orang Arab ketika itu menyebut bangsa kulit putih berambut pirang ras Jermania dari wilayah utara sebagai orang-orang Russiyah atau Rus. Fakta ini menimbulkan kontroversi mengenai keterlibatan orang-orang Viking dalam pembentukan Rusia.

Kitab yang berisi catatan perjalanannya sekaligus laporan untuk Khalifah al-Muqtadir telah membantu para ahli sejarah memahami kondisi masyarakat proto-Rusia saat itu. Ahli sejarah Rusia dari Universitas Minessota, Thomas S Noonan, mengakui bahwa Ibnu Fadlan adalah sumber sejarah unik karena dia menyaksikan sendiri adat istiadat bangsa Rus dan menceritakan segalanya secara detail.


“Dia menceritakan bagaimana Karavan bepergian. Dia juga menulis flora dan fauna sepanjang perjalanan. Dia menunjukkan pada kita bagaimana perdagangan berlangsung. Tidak ada sumber seperti itu,” tulis Noonan.



Mata uang dirham (perak) dicari oleh orang-orang Viking sampai perlu mengembara jauh ke timur untuk berdagang dengan bangsa Arab. Bangsa Rus biasanya menjual berbagai macam kulit binatang, ternak, kulit pohon birch, biji pohon ek, lilin, baju besi, dan pedang. Di banyak situs-situs peninggalan Viking di Skandinavia, terutama Swedia, ditemukan ribuah koin dirham dinasti Abbsiyah yang dicetak di Baghdad, Kairo, Damaskus, Isfahan, dan Tashkent. Menurut Noonan koin dirham itulah yang telah menyokong era Viking, masa keemasan mereka dalam menguasai pantai-pantai Eropa Utara selama abad ke-8 sampai abad 11 M. Beberapa bahasa Arab juga diserap ke dalam bahasa Skandinavia seperti kaffe, arsenal, kattun, alkove, sofa, dan kalvatre (aspal pelapis kapal).




Ibnu Fadlan mencatat bahwa perempuan Rus memakai cakram dari emas atau perak di dadanya yang dikalungkan dengan tali di leher sebagai penanda kekayaan. Bila suaminya punya 10 ribu dirham, sang istri akan memakai satu cakram. Jika kekayaan suaminya mencapai 20 ribu dirham, istri memakai 2 cakram, dan seterusnya berlaku kelipatan.


Laki-laki Rus biasanya memiliki budak perempuan yang selalu menemani dan melayani ke mana pun dia pergi. Ia mendeskripsikan Rus sebagai bangsa yang memiliki fisik paling sempurna. Ibnu Fadlan menulis, “Saya tidak pernah melihat fisik yang lebih sempurna daripada mereka, mereka tinggi seperti pohon palm, warna kulit cerah dan kemerahan. Mereka memakai jubah yang menutupi separuh badan dan satu tangan tidak tertutupi kain. Setiap laki-laki membawa kapak, pedang dan belati. Pedang mereka bergaya Franka yang bilahnya besar dan bergerigi.”


Namun dibalik itu Ibnu Fadlan juga menyebut bangsa Rus sebagai bangsa yang jorok. “Mereka adalah yang terjorok di antara semua makhluk. Mereka tidak bersuci setelah buang air kecil dan tidak cuci tangan setelah makan.” 


Ibnu Fadlan juga menulis “Mereka sangat vulgar dan terbelakang (untuk urusan kebersihan).” Ia mencontohkan, mereka menggunakan baskom untuk mencuci tangan, padahal mereka juga memakai baskom tersebut untuk berkumur, meludah, membersihkan hidung bahkan membuang ingus. Kemudian mereka bergantian dengan teman mereka untuk memakai baskom tanpa mengganti airnya dan menambah kotor baskom tersebut.

Ibnu Fadlan juga menceritakan mengenai budak perempuan dan keterikatannya dengan tuannya. Ia menjelaskan secara rinci bagaimana pemakaman salah satu kepala suku mereka yang melibatkan pengorbanan manusia dan kremasi. Budak perempuannya akan mengajukan diri untuk menemani tuannya ke Valhalla (Surga). 

Ibnu Fadlan mengakhiri percakapannya dengan pria Rus setelah mereka mengejek, “Orang Arab benar-benar bodoh. Kalian mengubur orang yang kalian cintai dan hormati agar dimakan rayap dan cacing di dalam tanah. Sedangkan kami membakar mereka yang mati dengan api sehingga bisa cepat masuk ke Surga.”




Keakuratan catatan Ibnu Fadlan dimanfaatkan oleh Michael Crichton untuk menyusun novel Eaters of the Dead tahun 1976 M. Novel ini kemudian dijadikan film oleh Hollywood dengan judul “13th Warrior” yang menceritakan kisah Ibnu Fadlan bepergian ke wilayah Nordik bersama 12 pendekar Viking untuk menumpas kaum kanibal. Tentu saja novel tersebut fiksi belaka karena Ibnu Fadlan tidak pernah pergi ke Skandinavia.






Hak Cipta @ Republika, 18 Januari 2012 


sumber: http://donhasan.blogspot.com/2014/03/ibn-fadhlan-dan-bangsa-viking.html
.


Rabu, 25 Februari 2015

300 Spartan dan Pertempuran Thermopyla



Di dalam kisah klasik yang diangkat ke layar lebar beberapa tahun yang lalu. Kita mendengar sebuah cerita yang menarik untuk di diikuti. Cerita tentang tiga ratus tentara Sparta, sebuah Polis atau negara kota kecil di selatan semenanjung Yunani, yang berjuang untuk menghalau invasi Kekaisaran Persia. 

Tiga ratus tentara Sparta yang dipimpin oleh Leonidas itu menantang kekuatan Persia yang berjumlah tiga ratus ribu tentara (ada versi yang mengatakan 2 juta tentara) di sebuah celah sempit di Utara Yunani bernama Thermopyla. 

Keseluruhan dari tiga ratus tentara Sparta itu tewas setelah berhasil mempertahankan celah Thermopyla selama beberapa hari dan membunuh ribuan tentara Persia. Membuat Kaisar Persia itu jirih untuk melanjutkan invasinya ke Yunani dan lebih memilih untuk pulang ke negerinya.
Ketika kita mendengar kisah semacam ini, siapapun pasti bertanya, bagaimana mungkin tiga ratus prajurit mampu menahan sebuah kekuatan yang berjumlah seribu kali lipat dibandingkan dengan dirinya. Apakah kisah itu hanya isapan jempol semata, sebuah kisah yang dilebih-lebihkan bahkan sebuah kisah mitos yang tidak nyata? Jawabannya bisa ya maupun tidak. Ya bahwa kisah itu memang benar-benar terjadi sekitar tahun 480SM. Namun tidak jika kita mengganggap bahwa seluruh kisah tersebut otentik. Mari kita telaah satu persatu.
Kita memuai dari Why? – Mengapa Kekaisaran Persia begitu ingin menyerang Yunani. Persia pada waktu itu adalah negara superpower, bisa dikatakan ia adalah negara terbesar di dunia kala itu. Adalah Cyrus (600-576 SM) yang telah membentangkan kekuasaan Persia. Kekuasaan negara itu kini membentang dari sungai indus di India, seluruh Iran, Transaxonia (Utara Iran), Mesopotamia (Babilonia dan Hitite), Mesir, Anatolia (Turki), bahkan sampai ke wilayah Bulgaria sekarang ini.  Cyrius atau di dalam sejarah lebih dikenal sebagai Cyrus The Great adalah seorang penakluk yang unik. Ia tidak memaksakan kepercayaannya (Zoroaster), budaya, teks dan administrasi di tiap-tiap negara taklukannya. Ia justru memperbolehkan tiap-tiap provinsi tetap menjaga tradisi, kepercayaan dan administrasi mereka selama mereka masih tetap membayar pajak. Karena itulah banyak yang mengganggap Cyrus sebagai seorang pembebas daripada seorang penakluk.
Wilayah Kerajaan Persia


Di Anatolia Cyrus merebut Kerjaan Ionia, sebuah kerajaan kecil bentukan koloni Yunani. Seperti kebijakannya yang sudah-sudah, ia memperbolehkan Ionia tetap menjaga tradisi mereka. Sebuah kota bernama Sardis dibangun untuk menjadi ibukota dari Ionia yang baru. Namun lima belas tahun sesudahnya. Sardis dibumi hanguskan oleh orang-orang Ionia yang memberontak (499-493SM). Sekarang Persia diperintah oleh Darius (550-486SM?) dan ia ingin membalaskan dendamnya kepada orang-orang Ionia ini. Pemberontakan  dapat dihancurkan, namun baru-baru itu diketahui bahwa ada dalang di baling pemberontakan itu, dan bukti mengarah kepada Polis Athena.
Peta Yunani Kuno (Tempat-Tempat Penting Ditandai Dengan Warna Merah)


Athena yang dimintai tolong oleh orang-orang Ionia setuju untuk mengirimkan bantuan. Selain bantuan uang dan makanan, mereka mengirimkan juga bantuan tentara ke Anatolia. Hancurnya Sardis adalah pukulan telak bagi Persia. Sebuah ibukota provinsi dari negara adidaya dapat runtuh dan hancur lebur berkalang tanah. Hal tersebut tentu saja menurunkan prestis dan bisa-bisa membuat wilayah-wilayah yang lain termotivasi untuk memberontak.
Namun balas dendam Darius kepada orang-orang Ionia saja tidaklah cukup. Ia mengnginkan dalang di balik kehancuran Sardis ikut menanggung penderitaan. Ia mengirimkan sebanyak 30.000? (Sumber lain mengatakan 80.000) pasukan untuk menghancurkan Athena melalui jalur laut. Untuk menghadang ini, Athena dan negara-negara sekutunya memobilisasi 8.000 – 12.000 pasukan. Perang inilah yang di kemudian hari dikenal dengan sebutan Battle of Marathon. Pertempuran ini terjadi pada tahun 490SM di tepi pantai kota Marathon, sebuah celah sempit diantara dua buah gunung. Hasil pertempuran ini adalah kemenangan telak bagi Yunani, kabar dari kemenangan ini kemudian dibawa oleh seorang pelari menuju Athena dan sampai sekarang masih diabadikan sebagai simbol Olimpiade atau yang sering disebut sebagai lari maraton.
Darius Insaf atas kekalahannya ini. Dalam sisa kekuasaannya, ia terus merencanakan serangan ulang ke Yunani. Namun ajal sudah menjemputnya sebelum rencana itu dapat direalisasikan.
Penerus Darius yaitu Xerxes (486-465SM) adalah orang yang akan mengeksekusi rencananya. Selama lima tahun, ia mendayagunakan kekuatan Persia yang luar biasa untuk mengumpulkan pasukan sebanyak dan sebaik yang ia bisa. Iapun berhasil mengumpulkan tiga ratus ribu pasukan (atau bahkan lebih) untuk menyerang Yunani.
When – Invasi Xerxes dimulai pada 480an SM. Untuk menaklukan Yunani, ia tidak menggunakan cara lama yaitu menyebrangkan pasukannya lewat laut seperti pendahulunya, Darius. Xerxes lebih memilih melalui jalan darat. Satu-satunya penghalang adalah selat Bosporus, yang sekarang ini terletak di dekat kota Istanbul, Turki.  Untuk penghalang yang satu ini, Persia mempunyai solusi brilian yang masih digunakan oleh para insinyur militer bahkan hingga hari ini. Solusi tersebut adalah sebuah jembatan ponton. Jembatan ponton adalah jembatan yang dibangun dengan mengaitkan beberapa perahu kecil atau benda-benda lain yang dapat terpung (sekarang biasa tong-tong besi) menjadi satu dan membentuk jembatan. Jembatan ini dibangun di daerah Hellespont, salah satu tempat di Selat Bosporus yang paling sempit jaraknya. Namun walaupun begitu, jarak jembatan ponton itu masih beberapa kilometer. Meskipun ukuran selat ini cukup dekat namun tetap saja orang-orang Persi harus membangun jembatan ponton sejauh 1.2 sampai 6 km. Jembatan ini tetaplah menjadi rekor jembatan terpanjang yang pernah dibuat manusia sampai masa modern.
Mungkin sekarang terbit pertanyaan, mengapa Xerxes tidak menyebrang saja menggunakan kapal ke pantai-pantai Yunani? Atau memang jika harus melewati jalan darat, mengapa tidak melalui jalan melingkar dari Anatolia, Georgia, Crimea (ukraina sekarang), dan masuk ke Bulgaria?
Untuk pertanyaan pertama, barangkali jawabannya adalah ‘jeri’. Yunani yang akan dihadapi oleh Xerxes bukanlah Yunani yang dahulu pernah dihadapi oleh Darius. Darius menghadapi Yunani yang land minded. Mereka tidak begitu memperhatikan permasalahan pembangunan armada perang lautnya. Namun Yunani yang dihadapi Xerxes adalah Yunani yang telah membangun armada lautnya. Adalah Themistocles (524-429SM), seorang komandan dan politisi Athena yang mendesak senat pholis itu untuk mulai melirik pembangunan armada lautnya. Themistocles adalah salah seoran pahlawan perang dalam Pertempuran Marathon beberapa tahun sebelumnya. Themistocles percaya bahwa nasib Yunani di masa mendatang akan ditentukan oleh Kapal Perang. Seperti ramalan yang diberikan oleh Oracle di Delphi -Nasib Yunani akan berada di balik sebuah tembok kayu- Athena dan beberapa negara Yunani lainnya mempunyai jumlah perkapalan mencapai 200 buah. Sebagiah kapal-kapal ini baru dan mempunyai kualitas yang baik. Sedangkan Persia mempunyai jumlah kapal sebanyak 1000 buah (perkiraan), kualitas dan jenisnya tidak diketahui. Jumlah itu sebenarnya cukup besar. Namun tidak cukup untuk diharuskan membawa ratusan ribu tentara ditambah harus berhadapan dengan angkatan laut Yunani yang tak sedikit.
Untuk pertanyaan kedua, perjalanan memutar melalui Georgia, Crimea dan turun ke Bulgaria adalah sebuah perjalanan yang sia-sia. Jarak  yang ditempuh tidak kurang dari 2000mil. Sebuah kampanye offensif yang akan memakan waktu berbulan-bulan lamanya, belum lagi jika harus dihadapkan kepada persediaan logistik dan penaklukan daerah-daerah yang harus dilalui. Dengan melalui Hellenspot, jarak tempuh dapat diperpendek, resiko kegagalan juga dapat diperkecil karena pertempuran laut yang begitu riskan dan terlebih lagi jarak pasokan logistik dapat diminimalisir.
How – Pada 490SM, Pasukan Persia akhirnya bertemu pasukan aliansi Yunani di Thermophylae. Sebuah tempat celah sempit di utara Yunani yang berbatasan dengan bukit dan laut di kedua sisinya. Celah itu merupakan salah satu jalan tercepat untuk menuju ke wilayah tengah dan selatan Yunani. Pemilihan Thermophylae sebagai tempat pertempuran dianggap tepat menggingat posisi Yunani yang minoritas. Mereka kalah 1:50 dibandingkan dengan pasukan Persia.
Pasukan Yunani yang dikirim ke Thermophylae adalah jenis pasukan phalanx. Pasukan ini adalah pasukan infantri berlapis baja (heavy armored) dengan jubah baja, perisai, helm, pelindung kaki dan tombak sebagai senjata utamanya. Jenis pasukan ini lambat pergerakannya, namun pertahanan mereka maksimal.


Di sisi lain, pasukan Persia adalah pasukan yang lebih mementingkan manuver. Mereka tidak dibekali dengan perisai atau baju lapis baja yang memberatkan pergerakan. Pasukan persia dibagi menjadi 80% infantri dan 20% kavaleri. Pasukan kavaleri ini selain digunakan untuk menambah kekuatan manuver pasukan juga digunakan untuk melakukan hantaman terakhir yang signifikan terhadap pertahanan musuh. Pasukan semacam ini cocok sekali untuk bertempur di dataran luas di asia. Namun tidak di wilayah Yunani yang berbukit-bukit. (catatan: Wehrmacht –pasukan Jerman pada PD II yang melandaskan pergerakan pasukannya melalui pasukan panzer lapis juga juga mengalami kesulitan yang sama untuk menghancurkan pertahanan Yunani)
Thermophylae memaksa pasukan Persia untuk bertarung dalam gelombang-gelombang serangan seri. Satu gelombang dikirimkan, mengikuti gelombang pasukan di belakangnya, dan begitu seterusnya. Jenis pertempuran semacam ini akan lebih menguntungkan pihak yang mempunyai pertahanan yang lebih superior daripada manuver. Dan dalam hal ini, Yunani jauh lebih unggul.
Pasukan Sparta yang dikomandani oleh Raja Leonidas adalah salah satu bagian dari pasukan aliansi Yunani ini. Jumlah mereka hanyalah 300 orang saja. Mengapa hanya 300 saja? Padahal seharusnya sebuah Pholis mempunyai lebih banyak pasukan daripada itu. Jawabannya adalah diplomasi. Senat Sparta masih merasa ragu untuk bergabung dalam pasukan aliansi bentukan Athena itu. Bukan karena mereka disuap oleh Persia seperti pada cerita atau film yang pernah kita lihat. Melainkan karena tujuan dari serangan Persia ini adalah Athena itu sendiri. Sampai sejauh itu, Athena merupakan rival utama dari Sparta. Hancurnya Athena mungkin bisa saja sebuah keuntungan besar terhadap Sparta. Namun Leonidas bersikeras bahwa ia harus bergabung dengan pasukan itu. setidaknya untuk mencegah Persia dapat menguasai seluruh Yunani. Karena itulah, senat yang bimbang hanya memperbolehkan Leonidas membawa sebagian kecil pasukannya saja. Ia kemudian memilih pasukan terbaik dari yang paling baik.

Kampanye Penyerangan Persia ke Yunani 480SM
Hari pertempuran pertama menjadi milik Yunani. Mereka mampu menghancurkan gelombang demi gelombang serangan pasukan Persia yang datang. Korban Persia di hari pertama itu menurut perkiraan mencapai jumlah sepuluh ribu orang, sementara korban Yunani tidak diketahui, namun bisa dipastikan sangat minimal sekali. Pasukan kavaleri tidak berguna dalam pertempuran semacam ini.
Hari kedua Persia memutuskan untuk mengirimkan pasukan Heavy Infantry mereka. Pasukan itu disebut sebagaiimmortal - pasukan yang berjalan dalam keheningan ketika bertempur. Wajah pasukan ini disamarkan dalam sebuah topeng yang  menakutkan, mereka juga menggunakan pasukan pelindung tipis untuk menjaga tubuhnya dari serangan musuh. Perisai mereka berukuran besar namun tidak seperti pasukan Phalanx yang dilapisi baja. Perisai pasukan persia kemungkinan besar hanya terdiri dari sebagian besar kayu dan serat. Pasukan inipun belum mampu untuk menghancurkan pasukan Yunani yang mempunyai perlindungan begitu kuat.
Hari ketiga, Persia mampu mengetahui jalan pintas untuk membelakangi celah Thermopylae. Mereka mengirim dua gelombang pasukan, satu pasukan menghantam Yunani dari depan seperti hari-hari sebelumnya dan satu pasukan menghantam Yunani dari belakang, melalui jalan pintas. Yunani mengetahui berita tersebut dan kesatuan pasukan aliansipun pecah. Barangkali karena ketidakjelasan informasi yang mereka dapatkan. Celah jalan pintas yang membelakangi Thermopylae juga dapat mengarah ke selatan Yunani. Oleh karena itu mereka merasa bahwa tidak ada gunanya lagi untuk mempertahankan celah tersebut. Mereka harus ke selatan terlebih dahulu sebelum Persia mendahului mereka, untuk mempertahankan kota-kota mereka sendiri dari serbuan Persia. Namun Leonidas berkeras bahwa ia harus tetap tinggal di Thermopylae. Ia dan 300 prajuritnya dan kurang lebih sekitar seribu empat ratus orang tetap bertahan di celah tersebut. Dengan kekuatan yang begitu minim dan diapit oleh dua pasukan besar. Pasukan Sparta harus mengakui keunggulan Persia. Persia menghancurkan pertahanan pasukan itu dan membunuh setiap prajurit yang masih hidup.
Pasukan Yunani yang mundur terus menerus terdesak dan puncaknya adalah jatuhnya kota Athena ke tangan Persia. Themistocles dengan armada lautnya sebelumnya telah berhasil menggungsikan sebagian penduduk Athena ke tempat yang lebih aman. Pada tahun 480SM pasukan laut Persia dan Athena bertemu di Salamis. Sebelah selatan dari Athena. Pasukan laut Athena berhasil menghancurkan pertahanan laut Persia dan dengan ini suplai logistik pasukan Persia berada di ambang kehancuran. Dengan tidak adanya pertahanan laut, maka Persia tidak lagi mempunyai daya untuk melanjutkan ofensifnya ke Yunani. Xerxes memutuskan untuk mundur dan tidak pernah kembali ke Yunani.
Secara taktis, Persia memperoleh kemenangan di sini. Karena mereka telah berhasil mencapai tujuan mereka yaitu membumi hanguskan Athena, membalaskan dendam mereka terhadap Sardis. Namun ditilik secara Strategis, kampanye Persia di Yunani adalah sebuah kesalahan besar. Persia terlalu banyak menggunakan sumber daya mereka, kekayaan mereka habis dan ada beberapa pihak yang mengatakan bahwa kampanye itu menyedot banyak sekali hasil bumi Persia. Secara perlahan-lahan kekaisaran besar itu melemah. Dan pada 330SM, Persia dapat dikalahkan oleh orang Yunani di negeri mereka sendiri. Orang yang menghancurkan Persia itu akan dikenal sepanjang sejarah dengan sebutan Alexander yang Agung.




.

Sabtu, 14 Februari 2015

Jenis-Jenis Pakaian Romawi Kuno



Bangsa Romawi dikenal menggunakan beberapa jenis serat untuk membuat pakaian mereka. Berbagai bahan serat tersebut termasuk wol, linen, rami, dan beberapa penelitian mengungkapkan bahwa kapas juga digunakan oleh orang Romawi.



1. Toga


Toga merupakan pakaian standar untuk semua orang Romawi. Toga terdiri dari kain panjang hingga mencapai 6 meter.

Toga terbuat dari wol dan dikenakan dengan dililitkan ke tubuh. Gaya pakaian ini sebelumnya telah digunakan sebagai pakaian resmi oleh orang Etruria/Yunani Kuno.

Toga selalu dikenakan di atas tunik. Pada awalnya, toga digunakan untuk tujuan biasa tapi seiring waktu berlalu, pakaian ini hanya digunakan untuk acara resmi. Hal ini kemungkinan karena toga terlalu rumit jika dikenakan sehari-hari.




Pada masa selanjutnya, toga segera menjadi representasi kewarganegaraan Romawi. Toga juga dianggap sebagai simbol perdamaian.

Toga memiliki banyak jenis seperti Toga Virilis (polos dan berwarna putih), Toga Candida (toga berwarna terang), dan Toga Praetexta (toga putih dengan garis ungu).




2. Stola


Stola hanya dikenakan oleh para wanita. Desain stola mengambil dasar dari toga. Toga menyerupai selimut besar yang dililitkan ke tubuh sedangkan stola berbentuk persegi panjang.


Ketika disampirkan ke tubuh, stola membentuk pakaian panjang yang mencapai tanah, Stola juga dapat dikenakan di atas tunik.




3. Tunik


Bangsa Romawi juga mengenakan pakaian yang dikenal sebagai tunik dengan panjang sebatas lutut. Tunik merupakan jenis pakaian yang longgar dan nyaman dan umumnya terbuat dari linen.

Perempuan yang belum menikah juga mengenakan tunik tapi dengan gaya berbeda, Mereka juga harus menutupi kepala mereka untuk menyesuaikan dengan adat dan tradisi.

Anak-anak juga mengenakan tunik sampai lutut. Tunik tersebut berwarna putih yang kadang dihias dengan pinggiran berwarna merah.





4. Jubah


Orang-orang Romawi juga menggunakan berbagai jubah sebagai bagian dari tradisi pakaian mereka.


Jubah seperti palla (dikenakan di atas tunik atau toga), paenula (jubah sederhana), laena (mantel ganda), dan lacerna (jubah militer) adalah beberapa jenis jubah yang lazim yang digunakan.





5. Aksesoris

Bangsa Romawi amat memperhatikan penampilan. Selain pakaian, mereka juga mengenakan berbagai aksesoris termasuk tata rambut.

Perempuan banyak mengenakan kalung, gelang, dan perhiasan lainnya, sedangkan kaum laki-laki memakai cincin yang dihias batu permata.

Rambut juga ditata sedemikian rupa. Penggunaan rambut palsu diduga sudah mulai menjadi praktik umum untuk meningkatkan ketebalan rambut.

Selain pakaian, alas kaki juga melambangkan status seseorang di masyarakat.

Sandal orang Romawi memiliki sol kulit dan tali yang diikat ke pergelangan kaki agar tidak mudah lepas.








sumber: http://www.amazine.co/22036/5-jenis-pakaian-yang-dikenakan-bangsa-romawi-kuno/
.

Rabu, 04 Februari 2015

Herodotus, Bapak Sejarah Dunia



Herodotus, penulis pertama yang mendokumentasikan sejarah Eropa, digambarkan oleh Cicero sebagai ‘bapak sejarah’.


Meskipun dianggap sebagai ‘bapak sejarah’, tulisan Herodotus berisi lebih sebagai deskripsi tentang peristiwa baik yang dilihatnya sendiri atau mengumpulkan dari sumber yang dia anggap terpercaya.

Herodotus bepergian ke berbagai tempat untuk mengumpulkan informasi tangan pertama tentang berbagai peristiwa. Herodotus menyatakan dalam bukunya bahwa banyak dari apa yang dia tulis ‘berdasarkan desas-desus, bercampur dengan …. pengamatan saya sendiri ‘.

Dia juga mengatakan lebih lanjut, “Merupakan tugas saya untuk mengulangi apa yang dikatakan, tapi jangan pernah langsung percaya dengan apa yang saya tulis tanpa syarat, pernyataan ini berlaku untuk semua karya saya.”




Tahun Awal

Herodotus lahir sekitar tahun 484 SM di Halicarnassus. Sebagai sebuah kota utama yang terletak dekat Asia Kecil, Halicarnassus kemudian diperintah oleh Ratu Artemisia.

Ratu Artemisia merupakan pengikut Raja Persia Xerxes dan telah berperang bersama dalam pertempuran laut Salemis. Tidak banyak yang diketahui tentang masa kecilnya. Riwayat tentang Herodotus baru diketahui saat dia mulai beranjak dewasa.

Sepeninggal Ratu Artemisia, cucunya yang bernama Lygdamis ganti memerintah. Dia merupakan seorang tiran sehingga tidak disukai oleh rakyatnya.




Pengasingan dari Halicarnassus

Herodotus muda dan pamannya Panyasis, yang adalah seorang penyair, terlibat dalam plot gagal untuk menggulingkan Lygdamis

Kegagalan ini berujung pada penangkapan dan eksekusi Panyasis. Herodotus berhasil melarikan diri dan mencari perlindungan di kota tetangga Samos.

Di Samos, Herodotus tinggal selama delapan tahun sambil mempelajar dialek Ionic yang digunakannya saat menulis karya-karyanya di masa depan.

Setelah Lygdamis digulingkan, Herodotus kembali ke Halicarnassus namun ternyata tetap tidak diinginkan oleh penguasa baru sehingga memaksanya sekali lagi meninggalkan kota kelahirannya tersebut.




Di Athena

Herodotus kini menuju ke Athena, kota yang sedang mencapai puncak budaya, dan dengan cepat segera merasa nyaman. Di Athena, Herodotus bercerita tentang pengalamannya dengan Lygdamis di Halicarnassus kepada sejawat cendekiawan dan akhirnya diberikan tunjangan untuk menopang hidup sehari-hari.






Perjalanan Herodotus

Mungkin karena permintaan populer untuk menceritakan kembali peristiwa dunia atau memang karena dorongan Herodotus sendiri, maka dia mulai melakukan berbagai perjalanan untuk merekam kehidupan di tempat-tempat yang jauh.

Tempat-tempat yang pernah dikunjungi Herodotus diantaranya adalah Mesir, Babilonia, Susa, Ecbatana, Krimea, Georgia, Tirus, Suriah, Thrace, Kirene, Libya, dan seluruh Yunani.




Buku Sejarah

Buku yang ditulis Herodotus berisi tentang kekhasan geografis tempat yang dikunjunginya, hewan dan tumbuhan dari daerah tersebut, karakteristik khusus dari orang-orang yang tinggal di dalamnya, politik, sosial, dan budaya, serta kisah-kisah dan legenda yang hidup di dalamnya.

Sejumlah pandangan subyektif dan unsur moral dalam tulisan-tulisan Herodotus jelas tidak dapat dihindari mengingat dia menulis dari perspektifnya sendiri dan sering mengambil peradaban Yunani sebagai standar untuk menilai peradaban lain.

Sekitar 444 SM, orang Athena mendirikan koloni baru bernama Thurii di Italia selatan. Tempat tersebut menjadi pertemuan internasional dan warga terkemuka dari semua bangsa beradab. Herodotus lantas tianggal di Thurii untuk sementara waktu, untuk akhirnya memutuskan kembali ke Athena pada tahun 432 SM. Herodotus meninggal di Athena antara tahun 426 hingga 415 SM.






sumber: http://www.amazine.co/21700/biografi-herodotus-kisah-hidup-bapak-sejarah-dunia/
.

Jumat, 30 Januari 2015

Apakah Imhotep adalah Nabi Yusuf AS ?



Imhotep merupakan salah satu tokoh paling menarik dalam budaya Mesir kuno, nama Imhotep memiliki arti “orang yang datang dalam damai”.


Dia menjabat sebagai wazir (perdana menteri) untuk Djoser yang merupakan salah satu raja dinasti ketiga. Semasa hidupnya, Imhotep dipercaya menjadi imam besar untuk dewa matahari Ra. Dia juga diklaim memiliki berbagai keahlian lain seperti dokter, arsitek, penyair, dan filsuf. Setelah kematiannya, Imhotep diberi status dewa dan menjadi segelintir dari orang biasa yang mencapai status tersebut.


Imhotep juga seorang penemu yang dianggap menemukan gulungan papirus, meskipun tidak ada bukti langsung yang mengarah kesana. Menjadi salah satu orang terdekat raja, Imhotep mungkin terlibat dalam perancangan makam firaun, Piramida Djoser, yang juga dikenal sebagai Piramida Langka yang terletak di Saqqara dan dibangun sekitar tahun 2630-2611 SM. Namun, yang membuat dia terkenal dan mencapai status dewa setelah kematiannya adalah keahlian dalam bidang obat-obatan.


Imhotep dikenal sebagai pendiri kedokteran Mesir dan tidak memasukkan unsur sihir dalam perawatan medis. Imhotep berhasil mendiagnosis dan menemukan obat untuk dua ratus penyakit. Obat-obatan diekstraknya dari berbagai tanaman. Dia juga dikenal mahir melakukan pembedahan dan perawatan gigi. Imhotep dipercaya telah memahami sistem peredaran darah manusia, organ vital, beserta kegunaannya.


Orang Mesir kuno percaya bahwa ibu Imhotep adalah setengah dewi, santo pelindung Mesir, hal yang membantunya mencapai status dewa setelah kematiannya. Saat Yunani menyerbu Mesir, mereka ikut menyembah dan membangun kuil untuk Imhotep. Orang Yunani seakan melihat Imhotep sebagai manisfestasi dewa penyembuhan mereka sendiri yang bernama Asclepius.




Imhotep adalah Nabi Yusuf?

Hal lain yang menarik tentang Imhotep adalah kepercayaan sebagian orang bahwa dia sebenarnya merupakan figur Nabi Yusuf seperti yang dikisahkan dalam al-Quran dan Injil. Kepercayaan ini dikaitkan dengan ramalan akan datangnya kelaparan tujuh tahun.

Ramalan ini sebenarnya berasal dari mimpi Firaun Djoser. Dalam mimpi ini dewa sungai Nil berbicara kepada firaun dan hanya Imhotep yang bisa menafsirkan mimpi tersebut. Cerita Imhotep amat mirip kisah Nabi Yusuf yang mengisahkan seorang anak gembala bernama Yusuf yang dijual sebagai budak oleh kakak-kakaknya.


Setelah melalui berbagai cobaan, Yusuf akhirnya tiba di Mesir tempat dia memprediksi sekaligus mencegah kelaparan selama tujuh tahun. Selanjutnya, dia menjadi wazir dan mendapatkan status sebagai satu-satunya orang yang berada tepat setelah firaun.






sumber: http://www.amazine.co/21773/tokoh-mesir-kuno-apakah-imhotep-yusuf-dalam-alkitab/
.

Kamis, 29 Januari 2015

Kehidupan Penduduk Sparta yang Militeristik




Sparta mungkin telah berhasil membangun salah satu militer terbaik di zamannya, akan  tetapi budaya mereka begitu keras. Kasar, bahkan boleh dibilang tidak manusiawi. 

Kehidupan masyarakatnya dibangun atas dasar moral dan rasa tanggung jawab yang ketat sehingga mereka yang lemah dianggap tak layak untuk menyandang status kewarganegaraan penuh. Kerasnya hari-hari di Sparta bukan hanya mesti dialami oleh remaja atau orang dewasa saja. Sejak bayi, mereka pun harus membuktikan kebugaran dan menanggung kekerasan yang disponsori oleh negara itu.

Untuk menguji kebugaran, semua bayi Sparta akan dihadapkan pada dewan pengawas untuk diperiksa apakah mereka menderita cacat fisik atau tidak. Bayi-bayi yang tidak mencapai level standar akan ditinggalkan di lereng bukit. Dibiarkan mati atau diselamatkan dan diadopsi oleh orang asing. Sementara bayi yang lulus inspeksi pun masih mendapat ujian lanjutan. Mereka sering dimandikan dengan anggur, bukan air. Mereka juga sering diabaikan ketika menangis dan diperintahkan untuk tidak pernah takut pada kegelapan atau kesendirian.

Memasuki usia 7 tahun, setiap bocah laki-laki Sparta dipisahkan dari orang tua dan keluarga mereka. Mereka ditempatkan di barak-barak komunal dan memulai babak kehidupan baru yang disebut "agoge." Selama menjalani agoge, mereka dilatih menjadi prajurit terampil dan warga negera bermoral. Sehari-hari mereka diberi pelajaran skolastik, peperangan, berburu, membaca, menulis retorika, puisi dan atletik. 

Selanjutnya, pada usia 12 tahun mereka tidak boleh memakai pakaian lain, kecuali jubah merah. Mereka lantas dipaksa tidur di luar, di atas tempat tidur yang dibuat oleh mereka sendiri dari alang-alang. Untuk mempersiapkan mereka untuk hidup di lapangan, mereka juga dipaksa untuk mengais dan bahkan mencuri makanan, meskipun jika ketahuan akan dihukum cambuk. Selama agoge, mereka juga terus menerus diintimidasi sehingga sering timbul perkelahian. Ketika seorang pria Sparta menyelesaikan tahap utama agoge pada sekitar usia 21, ia terpilih menjadi "syssitia."

Salah satu praktek kekerasan yang paling brutal melibatkan apa yang disebut "diamastigosis" di mana pemuda akan dicambuk─kadang sampai sekarat─di sebuah altar di tempat kudus Artemis Orthia. Praktek tahunan ini pada awalnya digunakan sebagai ritual agama sekaligus tes keberanian dan ketahanan terhadap rasa sakit yang diperuntukkan bagi para pemuda. Tetapi, setelah Sparta jatuh ke tangan Romawi, praktek tersebut menjadi olahraga.




Menjadi prajurit adalah satu-satunya pilihan bagi para pemuda demi menjadi warga negara yang sama atau "Homoioi." Warga laki-laki secara hukum dilarang memilih pekerjaan lain selain militer. Komitmen ini bisa berlangsung selama beberapa dekade. Sebagai prajurit, mereka diminta untuk tetap bertugas sampai usia 60. Di medan perang, prajurit Sparta memang diharapkan untuk melawan tanpa rasa takut sampai tetes darah terakhir. Menyerah dipandang sebagai lambang pengecut dan prajurit yang secara sukarela meletakkan senjata akan begitu malu sehingga mereka sering terpaksa bunuh diri.

Seperti halnya kaum pria, perempuan-perempuan Sparta juga menjadi sasaran pendidikan yang ketat dan program pelatihan meski tetap boleh tinggal bersama orang tua dan keluarga. Para perempuan berlatih tari, senam dan lempar lembing agar mereka secara fisik kuat untuk menjadi ibu. Selain itu, gadis Sparta juga berpartisipasi dalam ritual perpeloncoan. Selama upacara keagamaan dan negara, mereka akan berdiri di hadapan pejabat Sparta dan menyanyikan lagu-lagu paduan suara tentang pemuda agoge di mana lagu-lagu tersebut berisi ejekan untuk mempermalukan para pemuda sehingga kinerja mereka akan meningkat. Bahkan, ibu-ibu Sparta dikenal karena pendekatan mereka dalam kampanye militer. Jika anak-anak mereka dikirim ke medan perang, mereka akan mengingatkan: "Kembali dengan perisai atau mati." Jika seorang prajurit tewas dalam pertempuran, ia dianggap telah menyelesaikan tugasnya sebagai warga negara.

Saking sibuknya dengan studi perang, manufaktur Sparta dan pertanian diserahkan sepenuhnya kepada kelas bawah. Pekerja terampil, pedagang dan pengrajin merupakan bagian dari "Perioeci," kelas bebas non-warga negara yang tinggal di wilayah sekitar Laconia. Sementara pertanian dan produksi pangan dikelola oleh budak-budak Helot, kelas budak yang membentuk mayoritas penduduk Sparta. Ironisnya, ketakutan akan pemberontakan budak belian juga menjadi alasan utama mengapa elit Sparta membangun militer yang kuat.

Demi menjamin kelangsungan kehidupan militernya, negara menasihati bahwa laki-laki harus menikah pada usia 30 dan wanita pada usia 20. Karena semua pria diminta untuk tinggal di barak militer sampai usia 30, pasangan yang menikah sebelumnya dipaksa untuk hidup secara terpisah sampai sang suami menyelesaikan tugas aktifnya dinas militer. Uniknya, suami yang tidak mampu memiliki anak diharapkan untuk mencari pejantan lain untuk menghamili istri mereka.






.

Senin, 26 Januari 2015

Sistem Pendidikan pada Zaman Romawi Kuno



Bangsa Romawi tidak pernah memiliki hukum yang mengharuskan warganya untuk memperoleh tingkat pendidikan minimum. Mayoritas pendidikan anak dilakukan di rumah oleh orang tua mereka sendiri, atau dalam kasus bangsawan yang kaya, menyewa tutor pribadi.

Bangsawan Romawi memiliki keyakinan besar dalam pendidikan dan mempekerjakan budak Yunani terdidik untuk mengajar anak-anak mereka.



1. Pendidikan Romawi Kuno
  • Pendidikan Romawi sebagian besar dipengaruhi oleh praktik pendidikan Yunani.
  • Pendidikan pada masa awal Romawi terbatas pada penanaman pengetahuan sosial yang diperlukan agar anak-anak menjadi warga teladan.
  • Pembentukan Republik Romawi pada abad ke-4 SM memunculkan ludi, yang setara dengan sekolah bermain.
  • Pendidikan semakin mendapat peran penting selama Republik Romawi akhir dan Kekaisaran Romawi.
  • Pendidikan fisik dan moral umumnya dimulai di rumah di bawah pengawasan ketat orang tua.
  • Pendidikan dasar terdiri dari hukum Romawi, sejarah, dan kebiasaan sosial yang bertujuan membentuk anak menjadi warga negara yang bertanggung jawab dan taat hukum.
  • Sebagai bagian dari pendidikan Romawi kuno, anak gadis dilatih oleh ibu mereka untuk memasak dan menenun.
  • Anak laki-laki diajarkan berbagai teknik pertanian, latihan fisik, dan teknik bertempur oleh ayah mereka.



2. Sekolah Romawi Kuno
  • Spurius Carvilius, mantan budak, merupakan orang pertama yang membuka ludi berbayar di Roma.
  • Namun sekolah umum berbayar tidak terlalu populer sampai kemunculan Kekaisaran Romawi.
  • Banyak guru pertama di Roma merupakan budak Yunani yang secara tidak langsung menguatkan pengaruh Yunani pada sistem pendidikan Romawi.
  • Sekolah jaman Romawi hanya merupakan satu ruangan yang dibagi dan dipisahkan oleh tirai.
  • Sekolah-sekolah dimulai saat fajar sampai senja dengan jeda pendek untuk makan siang.
  • Murid tidak memiliki buku sehingga pelajaran harus diingat. Matematika dasar diajarkan dengan menggunakan sempoa.
  • Ketika seorang siswa telah mahir dalam seni menulis, dia akan diberikan kertas.
  • Sebuah pena bulu digunakan sebagai alat tulis dengan tinta terbuat dari campuran karet, jelaga, dan tinta gurita.
  • Ludi tidak mengajarkan banyak mata pelajaran. Tujuan utama dari sekolah Romawi adalah untuk menanamkan kode moral pada siswa.




3. Pasca Sekolah
  • Tidak ada tingkat minimum pendidikan yang diperlukan untuk mendapatkan sebuah pekerjaan.
  • Dalam masyarakat berbasis kelas di Romawi kuno, berarti hanya kaum elit yang mampu mengenyam pendidikan tinggi.
  • Dengan demikian, pendidikan yang dicapai oleh seorang individu lebih merupakan simbol status daripada kebutuhan sosial.
  • Setelah menyelesaikan pendidikan dasar, anak perempuan umumnya tidak mendapatkan pendidikan lanjutan karena mereka harus menikah pada usia dua belas, sementara anak laki-laki hanya diperbolehkan menikah pada usia empat belas tahun.
  • Anak laki-laki mendapat kesempatan belajar subyek khusus seperti obat-obatan, berbicara di depan umum, dan membaca karya sastra dari para sarjana sebelumnya seperti Cicero.
  • Bangsa Romawi kuno juga mengajarkan seni berbicara di depan umum dan teknik persuasi kepada siswa remaja.
  • Seni ini dikenal sebagai retorika. Pendidikan ini akan meningkatkan keterampilan pidato sebagai bekal menjadi politisi atau pengacara, sebuah pekerjaan elit di Romawi.
  • Mereka juga belajar tata bahasa Yunani dan sastra bersamaan dengan musik dan astronomi.







sumber: 
  • http://www.amazine.co/22032/sekolah-romawi-sistem-pendidikan-pada-jaman-romawi-kuno/
  • http:/www.crystalinks.com/romeeducation.html
.