Tampilkan postingan dengan label Post-Industrial Age. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Post-Industrial Age. Tampilkan semua postingan

Rabu, 25 Maret 2015

5 Kesalahan Hitler Selama Perang Dunia II



Kekalahan Jerman di dalam Perang Dunia II sebagain besar (secara ironi) justru disebabkan oleh keputusan-keputusan Hitler sendiri. Hal tersebut diakibatkan karena Hitler terlalu mengikat negaranya dan terlalu mengambil keputusan-keputusan penting bahkan keputusan militer. 



Sayang sekali Hitler tidak mempunyai kekuatan sebesar itu untuk mengontrol seluruh aspek di dalam negaranya. Berikut ini adalah 5 kesalahan Hitler selama Perang Dunia II:




1. Pengepungan Dunkirk

Penyerangan Jerman ke Perancis pada April 1940 nampak begitu menjanjikan. Pertahanan sekutu sepanjang perbatasan Belanda, Belgia dan Luxemburg runtuh hanya dalam hitungan hari. Pasukan dari ketiga negara itu mundur ke garis perbatasan baru, yaitu di sepanjang garis marginot lini di Perancis. 

Di sana, bala bantuan Inggrispun telah siap. Total, Inggris mengirim lebih dari dua ratus ribu pasukan ke Perancis. Sehingga membuat kekuatan gabungan sekutu berjumlah lebih dari 1,7 juta manusia. Jauh lebih besar dari pasukan Jerman yang diperkirakan hanya berjumlah 1.2 juta manusia.





Terdapat lebih dari tiga ratus ribu pasukan yang terkurung di Kota kecil Dunkirk. Pasukan itu adalah kumpulan dari Pasukan Inggris, Perancis, Belgia, sebagian kecil Belanda, Luxemburg dan Polandia. Tidaklah jelas keputusan Hitler untuk menghentikan serangan di Dunkirk. Namun karena keputusannya inilah, tiga ratus ribu tentara sekutu berhasil lolos ke tanah Inggris. Inggris memprioritaskan penggungsian ini dengan mengirim ribuan kapal (sebagian besar merupakan kapal nelayan dan komersial) untuk menyelamatkan pasukan yang telah terdesak ini.



Evakuasi Dunkrik


Apapun alasan Hitler, pertempuran Dunkirk adalah menjadi sebuah blunder Hitler yang pertama dan paling buruk sepanjang pertempuran. Tiga ratus ribu pasukan sekutu yang terdiri dari Inggris, Perancis, Polandia dan Belgia itu kemudian mampu menjadi bibit untuk pengembangan sekutu di masa mendatang. 

Pasukan inilah yang kemudian mengalahkan Rommel di Afrika Utara, pasukan ini juga yang berhasil mendepak Jerman dari Italia, mereka pulalah pasukan yang diterjunkan di Perancis Utara saat Operasi Normandy pada tahun 1944 M. 

Barangkali hal itu tidak terjadi atau setidaknya sulit terjadi jika pasukan yang terkepung di Dunkirk itu tidak lolos. Namun apa boleh buat. Keputusan Hitler yang dibuat pada Mei 1940 itu adalah bulat. Bahkan walaupun Jendral kawakan seperti Heinz Guderian pernah menentang keras.





2. Battle of Britain

Battle of Britain atau pertempuran Inggris Raya dikenal sebagai salah satu pertempuran udara paling besar selama Perang Dunia II. Battle of Britain sebenarnya hanyalah salah satu bagian dari Rencana penyerangan Hitler ke Inggris yang dikenal dengan Operasi Seelowe (Singa Laut). Operasi tersebut direncanakan akan berlangsung pada lewat pertengahan tahun 1940. Tergantung dari tanggapan Inggris terhadap inisiasi damai yang dilakukan oleh Jerman.


Battle of Britain


Kesalahan yang barangkali paling kentara adalah masalah VD – Victory Disease (Penyakit Kemenangan). Jerman sampai detik itu belum pernah sekalipun kalah dalam medan perang manapun. Bisa dikatakan juga bahwa Battle of Britain itu sendiri bukanlah sebuah kekalahan karena Jerman hanya gagal untuk menundukan kekuatan udara Inggris dan bukannya kalah. 

Kekalahan Jerman baru akan ada di babakan Perang Rusia, dua tahun kemudian di Stalingrad, hampir bersamaan dengan itu adalah kekalahan Jerman di Afrika Utara. Victory Disease menyebabkan tentara menjadi terlalu underestimates lawannya dan memandang rendah potensi kekuatan lawan. Inilah yang membuat pilot-pilot Jerman kemudian shock ketika melihat pilot-pilot udara Inggris yang ternyata juga jago bertarung di udara.





Hasil akhir Battle of Britain berakhir dengan kegagalan besar di pihak Jerman. Ratusan pesawat Jerman baik pembom maupun tempur rontok, walaupun kerugian di pihak Inggris tidaklah kecil. Sekitar 40.000 penduduk tewas selama pengeboman di kota-kota Inggris. 

Namun efek yang timbul bagi Jerman jauh lebih hebat daripada efek untuk Inggris. Inggris sementara itu masih dapat memperoleh sukucadang dan pesawat-pesawat baru dari Amerika Serikat melalui perjanjian dagang yang kala itu belum sudi terjun ke kancah peperangan. Kerugian mereka dapat ditutup hanya dalam hitungan bulan. Sementara itu Jerman yang self produce kekuatan militernya hanya dapat berharap dari produksi dalam negerinya sendiri. 

Ketika Jerman menyerang Uni Soviet delapan bulan kemudian. Kekuatan udara Jerman tidaklah lagi seperkasa dahulu ketika mereka memulai invasi ke Perancis dan Polandia. Itu sebabnya pula Uni Soviet dapat memindahkan mesin produksi pabrik-pabrik mereka ke tempat yang lebih aman yaitu di Pegunungan Ural sebelum pabrik-pabrik itu sempat di bom oleh pembom Jerman. Untuk kemudian dapat memproduksi mesin militer yang kemudian digunakan untuk menghantam kekuatan Jerman di kemudian hari.





3. Pertempuran Yunani

Pertempuran Yunani sebenarnya tidak dimulai oleh Hitler sendiri, namun oleh sahabatnya, Benito Mussolini. Mussolini yang pada tahun 1938 telah menguasai Albani mempunyai visi untuk menggembalikan kejayaan Romawi dahulu kala dengan merebut Yunani. Yunani ia anggap sebagai sasaran empuk karena mereka tidak mempunyai pasukan yang mumpuni. Sebaliknya, Italia telah menempatkan divisi-divisinya yang terlatih secara baik di Albania.



Pertempuran Yunani dan Kreta 1941 M


Italia, seperti diprediksi mampu membuat pertahanan Yunani kalang kabut. Akan tetapi hal itu tidak berlangsung lama karena pada November hingga Maret 1941 justru Yunani dengan pasukannya yang kecil dan tidak mempunyai peralatan yang baik mampu mendorong Italia bahkan hingga ke wilayah Albania.



Pertempuran Pulau Kreta yang Didominasi Oleh Flashmichjager (Paratrooper Jerman)


Kekalahan Yunani itu memaksa Hitler untuk membantu sahabatnya dan menunda Operasi Barbarossa hingga dua bulan lamanya. Sebuah keputusan penting yang sebenarnya dapat sangat mempengaruhi jalannya peperangan ke depan. Penundaan selama dua bulan itu artinya bahwa Operasi Barbarosa harus dimulai pada bulan Juni, terlalu dekat untuk musim dingin. Dan terbukti bahwa penundaan ini akan berakibat sangat fatal di kemudian hari. Tentara Jerman yang sudah berada di ambang kota Moskva ternyata benar-banar terjebak di musim dingin Rusia yang ganas.





4. Pengepungan Stalingrad

Pertempuran Stalindgrad (Agustus 1942-Februari 1943) adalah titik penting di dalam jalannya Perang Dunia II. Pertempuran ini dapat dikatakan sebagai Turning Point. Titik balik kemajuan Jerman yang nyaris tidak terkalahkan selama 3 tahun peperangan. 

Stalingrad sendiri sebenarnya bukanlah kota yang penting. Ia adalah sebuah kota kecil di pinggir sungai Volga, ribuan kilometer dari ibukota Moskva. Dahulu (dan sekarang) kota itu bernama Volgograd atau Kota Volga (Volgo = Sungai Volga dan Grad = Kota).





Satu-satunya hal yang penting dari Stalingrad adalah namanya. Stalingrad mempunyai arti Kota Stalin (Stalin = Stalin dan Grad = Kota). Dan kota inilah yang Hitler harapkan dapat menjadi sebuah simbol kemenangan di Rusia. Terutama setelah kegagalanan Jerman merebut Moskva setahun sebelumnya. Merebut Stalingrad telah menjadi sebuah obsesi pribadi Hitler yang tidak melalui pertimbangan militer dan strategis.



Infantri Soviet Dalam Usaha Mempertahankan Kota


Apakah Stalingrad tidak penting? Sebenarnya pernyataan tersebut tidak sepenuhnya salah. Stalingrad terletak di seberang sungai Volga yang penting bagi lalu lintas industri dari selatan ke utara Rusia. Kota ini juga mempunyai beberapa industri vital seperti sulfur yang cukup penting untuk membuat amunisi dan bahan peledak. 

Akan tetapi yang menjadi masalah utama adalah cara merebut Stalingrad. Hitler menginginkan Stalingradi direbut dengan cara mendudukinya. Itu berarti pasukannya harus dipaksa untuk berperang di jalanan kota. Dan hal semacam inilah yang sebisa mungkin untuk dihindari para Jendral Jerman. 

Pasukan Wehrmacht adalah pasukan yang dirancang untuk berperang dengan cara mobil, bergerak cepat, dan bermanuver. Mereka tidak terlalu handal jika berperang di dalam kota. Sebagai contoh adalah pertempuran Warsawa dan Moskva yang menelan banyak korban. Jendral Jerman menginginkan agar Stalingrad dilewati saja atau setidaknya dikurung dari sisi luar. Namun hal itu sama sekali tidak diinginkan Hitler mengingingat operasi semacam itu akan memakan waktu sangat lama.

Ketidaksabaran Hitler berbuah celaka. Ia telah membuat celaka tiga ratus ribu prajuritnya di sana dan membuat Jerman kehilangan di Front Timur. Kehancuran tiga ratus ribu tentara Jerman di Stalingrad membuat kekuatan negara itu lumpuh dan tak dapat lagi diperbaiki.




5. Battle of Bulge

Battle of Bulge atau Pertempuran Ardennes (Desember 1944-Januari 1945) adalah ofensif terakhir Jerman selama Perang Dunia II. Disebut Battle of Bulge (tonjolan) adalah karena serangan Jerman ini bergitu menusuk sehingga membentuk seperti sebuah tonjolan jika dilihat di dalam peta. Tujuan pertempuran ini adalah merebut kembali Kota Pelabuhan Anterwepen dan membagi dua kekuatan sekutu yaitu di Belanda dan di Perancis.



Rencana


Bagi pengamat militer, rencana Jerman ini adalah sebuah rencana yang menggagumkan dan jika berhasil akan mempengaruhi jalannya perang secara keseluruhan. Akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah kesiapan dari pasukan Jerman sendiri. Jumlah pasukan yang disiapkan sebenarnya cukup besar yaitu sekitar lima ratus ribu orang dan dilengkapi dengan 800 panzer. 

Beberapa diantaranya bahkan jenis tank baru yaitu Koenigstiger atau King Tiger. Salah satu varian Panzer Tiger terbaru yang digadang-gadang sangat kuat. Namun pasukan sebesar itu tidak dilengkapi dengan logistik yang cukup. Bensin sebagai contoh, sangat nihil dan bahkan mereka direncanakan untuk merebut pos-pos pengisian bahan bakar sekutu di perjalanannya. Sebuah rencana yang sangat beresiko.



Realita


Berkat operasi ini pula front timur harus terbuka lebar. Hampir seluruh sumber daya militer dipusatkan untuk keberhasilan Operasi ini sehingga Front Timur tidak mendapatkan pasukan tambahan atau peralatan yang baru. Itulah yang mempercepat jatuhnya Front Timur termasuk Berlin di kemudian harinya.





.

Minggu, 22 Maret 2015

Pistol Walther P38



Walther P38 adalah pistol semi-otomatis yang dikembangkan untuk penggunaan selama Perang Dunia II. Senjata ini diproduksi untuk melayani kebutuhan pasukan Nazi Jerman.

Pada akhir tahun 1930-an, pistol yang digunakan oleh militer Jerman adalah Luger Pistole Parabellum. Namun, Luger merupakan senjata mahal dan memiliki keterbatasan produksi. Melihat kondisi ini, militer Jerman memerlukan pengganti segera.

Desain P38 didasarkan pada pistol Walther sebelumnya yaitu Pistole Armee. Pihak Jerman menerima desain senjata baru ini pada tahun 1938 dan P38 mulai diproduksi tahun berikutnya.

Pada awalnya, P38 dirancang dan diproduksi sebagai senjata 9 mm meskipun sebagian P38 dibuat dalam berbagai kaliber lainnya.

Walther memproduksi P38 hingga tahun 1945. Namun, pada tahun 1957 militer Jerman ingin menggunakan senjata ini lagi dan menugaskan Walther untuk melanjutkan produksi.

P38 yang diproduksi dari tahun 1963 sampai akhir abad 20 ditandai dengan “P1.”






Sebagai aturan umum, Walther P38 menggunakan 9x19mm amunisi Parabellum. Namun, terdapat varian P38 yang menggunakan 7.65x21mm Parabellum dan .22 cartridge Long Rifle. Varian tersebut, terutama 7.65 Parabellum merupakan jenis langka.




Karena sejarah yang dimilikinya, P38 banyak diinginkan oleh kolektor. Kolektor senjata militer, kolektor senjata Perang Dunia II, kolektor senjata Jerman menganggap P38 menjadi bagian penting dari koleksi mereka.

Meskipun P38 diproduksi hingga awal tahun 2000, kebanyakan kolektor tertarik pada jenis yang diproduksi selama Perang Dunia II. P38 terlihat cukup sering tampil dalam film-film perang sehingga menambah popularitas senjata ini.





Spesifikasi
  • Weight : 800 g (1 lb 12 oz)
  • Length : 216 mm (8.5 in)
  • Barrel length : 125 mm (4.9 in)
  • Cartridge : 9×19mm Parabellum

Performasi

  • Action : Short recoil, locked breech
  • Muzzle velocity : 365 m/s (1,200 ft/s)
  • Effective firing range : Sights set for 50 m (55 yd)
  • Feed system : 8-round detachable single-stack magazine
  • Sights : Rear notch and front blade post



.

Kamis, 19 Maret 2015

Italia saat Perang Dunia II



Pendapat bahwa militer Italia adalah pejuang yang buruk dan mudah menyerah tidak sepenuhnya benar karena ada contoh kekuatan Italia yang cukup berhasil dan berani dalam berjuang. 

Tapi, militer Italia kala itu terlanjur dicap sebagai pengecut dan pecundang. Dibandingkan pasukan Jerman, militer Italia memang tidak ada apa-apanya. Ada beberapa penyebab yang membuat militer Italia sedemikian itu. Paling tidak ada tiga faktor:



1. Miskin Persenjataan

Ketika Jerman menginvasi Polandia pada tahun 1939, Italia sama sekali tidak siap untuk berperang secara ofensif. Meski demikian, Mussolini sangat ingin berpartisipasi dalam penentuan ulang peta Eropa itu sehingga mengabaikan industri militer negerinya. Industry Italia sendiri sama sekali tidak siap untuk menghasilkan senjata, amunisi, artileri, tank dan truk menurut skala yang dibutuhkan. Pada awal masuknya Italia ke dalam perang, pasukannya lebih ideal pada saat Perang Dunia I daripada Perang Dunia II.

Artileri Italia berasal dari sisa-sisa dari abad sebelumnya dengan kontingen artileri kuda. Italia hampir tidak memiliki tank modern dan kendaraan lapis baja. Pada saat Italia mulai memproduksi tank yang lebih baik dan artileri mobile yang bisa bersaing dengan senjata sekutu, itu sudah sangat terlambat. Senjata ringan, seperti pistol Beretta dan senapan otomatis memang mampu dibuat dan terbukti ampuh, tetapi beberapa mesin dan sub-mesin jenis senapan sangat mengecewakan.



Il Maiale 


Di laut, Italia sebenarnya memiliki kapal cepat yang dirancang dengan baik, tetapi sayangnya justru bergerak lamban saat dilapisi baja dan tanpa dilengkapi radar. Untuk meminimalisir kekurangan tersebut Regia Marina (AL Italia) menciptakan kapal bunuh diri berharga murah, seperti Perahu Motor Peledak dan Il Maiale. Keduanya adalah torpedo yang diawaki dua orang untuk ditabrakkan ke kapal musuh.



Pesawat Tempur Italia MC-205 


Kekuatan udara Italia tampak bagus di atas kertas tapi hampir tidak ada apa-apanya. Di awal perang mereka hanya punya beberapa ribu pesawat yang kebanyakan pesawat bekas. Beberapa pesawat modern yang diciptakan pun dirancang dengan buruk sehingga tidak sanggup menandingi pesawat-pesawat Sekutu. AU Italia juga menjadi sasaran kecaman internasional setelah menjatuhkan gas beracun selama penaklukan Ethiopia.





2. Miskin Kepemimpinan

Dalam membentuk militernya, Mussolini hanya mengisinya dengan orang-orang yang setia kepadanya. Sementara para jenderal yang bertempur di Perang Dunia I dan mereka yang punya kualifikasi layak tempur justru disingkirkan oleh Mussolini karena dianggap lebih loyal pada raja. Apa yang terjadi adalah pasukan tanpa kemahiran bertempur dengan komandan yang hanya punya loyalitas pada fasisme Mussolini. Mereka hanya bisa berkelahi tanpa tahu cara memenangkannya.


Loyalis Mussolini: Rodolfo Graziani "Tukang Jagal dari Ethiopia" 


Uniknya, ketika pasukan Italia berada di bawah kendali Jerman, mereka berjuang jauh lebih baik. Pasukan Italia yang berpartisipasi dalam invasi Hitler di Rusia diketahui telah berjuang dengan baik, meski menghadapi pasukan Soviet yang lebih unggul dan cuaca yang keras. 

Bahkan, keberanian dari Alpini Italia (Pasukan Gunung) dan resimen Voloire (Artileri Berkuda) selama Operasi Barbarossa menjadi legenda. Ketika keseluruhan serangan mulai gagal, Radio Moskow terdengar mengatakan "Hanya korps Alpini Italia yang dianggap tak terkalahkan di Front Rusia." Setelah kampanye Italia atas Yunani mengalami kegagalan, pasukan Italia kembali dikomandoi oleh Jerman dan ternyata menunjukkan efektifitasnya dalam pertempuran dibandingkan sat dipimpin oleh para tukang jagal Mussolini.





3. Tak Punya Hasrat Berperang

Dari awal Italia tampaknya tidak tertarik terlibat dalam perang. Pengumuman masuknya Italia ke dalam Perang Dunia II tidak disambut dengan antusias, melainkan dengan putus asa. Tampaknya hanya Mussolini dan kroni fasisnya saja yang tertarik pada perang. Sebuah kemauan untuk berjuang dan atau keinginan untuk melindungi tanah air adalah dua faktor dalam perang yang tak boleh diremehkan. 




Ini adalah faktor terpenting. Sejarah memiliki banyak contoh bagaimana faktor-faktor itu telah membalikkan fakta, seperti saat Yunani Kuno mengalahkan Kekaisaran Persia yang jauh lebih perkasa. Contoh lainnya adalah kekalahan Soviet di Afghanistan oleh Mujahidin, kekalahan Perancis dan Amerika Serikat di Vietnam.





sumber: lifeinitaly.com
sumbrer gambar: dari berbagai sumber
.

Rabu, 18 Maret 2015

Semua Hal tentang Benito Mussolini



Pada tanggal 29 Oktober 1922, Benito Mussolini ditawari menjadi perdana menteri Italia di tengah-tengah pergolakan politik dan sosial. Sejak saat itu, Il Duce (Sebutan untuk Mussolini yang berarti "pemimpin" dalam bahasa Italia) berkuasa selama 21 tahun. 

Berikut beberapa hal yang mungkin belum Anda ketahui tentang Benito Mussolini.

Lahir pada tanggal 29 Juli 1883, Mussolini kecil sudah memperoleh reputasi karena suka berkelahi dan mem-bully. Pada usia 10 tahun ia diusir dari asrama karena menusuk teman sekelasnya dan di sekolah berikutnya ia kembali melakukan penusukan. Ia juga mengaku pernah menikam lengan pacarnya dengan pisau. Ia memimpin geng anak laki-laki untuk mencuri di perkebunan dan akhirnya ia mahir menggunakan pedang dalam perkelahian-perkelahian yang dilakoninya.

Lahir dari seorang ayah sosialis, Mussolini dinamai Presiden Meksiko yang berhaluan kiri, Benito Juárez. Sedangkan dua nama tengah, Amilcare dan Andrea, diambil dari nama sosialis Italia Amilcare Cipriani dan Andrea Costa. Ketika tinggal di Swiss (1902-1904), ia menulis untuk majalah sosialis, seperti L'Avvenire del Lavoratore (Masa Depan Pekerja). Ia kemudian bertugas dalam kemiliteran Italia selama hampir dua tahun sebelum melanjutkan karirnya sebagai guru dan wartawan. Dalam artikel dan pidatonya, Mussolini memuji Karl Marx dan mengkritik patriotisme. 

Pada tahun 1912 ia menjadi editor Avanti!, surat kabar harian resmi Partai Sosialis Italia. Tapi, ia dipecat dari partai dua tahun kemudian karena mendukung Perang Dunia I. Pada tahun 1919, Mussolini mengubah pemikiran dan ideologinya secara radikal dengan mendirikan gerakan fasis yang nantinya akan menjadi Partai Fasis.

Dari tahun 1920 sampai 1922, pasukan bersenjata fasis hanya sedikit menghadapi gangguan dari polisi atau tentara ketika mereka mengobrak-abrik Italia sehingga terjadi kerusakan properti dan membunuh ±2.000 lawan politik. Banyak warga yang dipukuli atau dipaksa minum minyak jarak. Kemudian, pada tanggal 24 Oktober 1922, Mussolini mengancam akan merebut kekuasaan dengan demonstrasi. 

Meskipun Perdana Menteri Luigi Facta mengetahui rencana ini, namun ia gagal menindaknya. Akhirnya, ketika fasis mulai menduduki kantor-kantor pemerintah dan telekomunikasi pada malam 27 Oktober, Facta dan para menterinya menyarankan Raja Victor Emmanuel III untuk menyatakan keadaan darurat dan memberlakukan darurat militer. Raja yang bimbang itu menolak untuk menandatangani keputusan tersebut dan Facta dipaksa mengundurkan diri.

Pada tanggal 29 Oktober, raja memberi tawaran pada Mussolini kesempatan untuk membentuk pemerintahan koalisi bersama pemimpin politik nonfasis Italia. Selanjutnya, ia ingin unjuk kekuatan. Hasilnya, ia pun bergabung dengan pendukung bersenjata yang membanjiri jalan-jalan di Roma pada hari berikutnya.

Setelah menjadi perdana menteri, Mussolini mengurangi pengaruh hakim, memberangus kebebasan pers, menangkap lawan politik, melegalkan kekerasan skuad fasis dan mengkonsolidasikan kekuasaannya. Namun, ia terus bekerja dalam sistem parlementer setidaknya sampai Januari 1925 ketika ia menyatakan dirinya diktator Italia. Setelah serangkaian percobaan pembunuhan pada tahun 1925 dan 1926, Mussolini melarang partai-partai oposisi, menendang lebih dari 100 anggota parlemen, mengembalikan hukuman mati untuk kejahatan politik, mengerahkan polisi rahasia dan menghapuskan pemilu.

Sebagai seorang pemuda sosialis, Mussolini menyatakan dirinya sebagai seorang ateis dan mencerca Gereja Katolik. Ia mengatakan bahwa hanya orang idiot yang percaya pada cerita Injil. Ia juga mengatakan bahwa Yesus Kristus dan Maria Magdalena adalah sepasang kekasih. Dia bahkan menulis sebuah novel bubur anti-klerikal. Tapi, setelah mengambil alih kekuasaan, Il Duce mulai berbaik hati pada gereja. Ia melarang freemasonry, membebaskan pendeta dari pajak, menindak kontrasepsi buatan, berkampanye untuk meningkatkan kelahiran, menghukum pelaku aborsi, membatasi kehidupan malam, mengatur pakaian wanita dan melarang homoseksual. 

Meskipun memiliki banyak gundik, tapi ia juga menghukum berat pelaku perzinahan. Pada 1929 Mussolini menandatangani perjanjian dengan Vatikan di mana gereja menerima wewenang atas pernikahan dan kompensasi untuk properti yang telah disita pada dekade sebelumnya. Bahkan, ia menyebut Paus Pius XI sebagai “manusia utusan yang dikirim pada kita [Italia].” Meskipun demikian, ketegangan di antara keduanya muncul kembali karena beberapa hal, seperti hukum rasial Mussolini yang mirip dengan apa yang diterapkan oleh Nazi Jerman.

Mussolini melancarkan aksi militer pertama pada tahun 1923 ketika ia membombardir dan menduduki pulau Corfu, Yunani. Beberapa tahun kemudian, ia resmi penggunaan kamp-kamp konsentrasi dan gas beracun untuk meredakan pemberontakan di Libya yang pada saat itu merupakan koloni Italia. Gas beracun lagi-lagi digunakan secara ilegal selama penaklukan Ethiopia pada tahun 1935 dan 1936 setelah Il Duce menyatakan bahwa Italia akhirnya memiliki kerajaannya. "Ini adalah sebuah kerajaan fasis, sebuah kerajaan perdamaian, sebuah kerajaan peradaban dan kemanusiaan," katanya. Tiga tahun kemudian, Italia menyerbu dan menganeksasi Albania. Selama perang saudara di Spanyol, ia memberikan bantuan pasukan dan senjata pada gerakan nasionalis pimpinan Jenderal Francisco Franco.




Hingga Juni 1940, Italia di bawah Mussolini belum memasuki kancah Perang Dunia II. Padahal, Nazi Jerman sebagai sekutunya sudah melanda sebagian besar Eropa. Segera menjadi jelas bahwa Italia tidak memiliki peralatan militer yang memadai. Laju produksi militernya pun menyedihkan. Mussolini berulang kali mengubah rencana perang. Serangan terhadap Perancis hanya membuat sedikit kemajuan sampai Perancis meminta Jerman untuk mengadakan gencatan senjata. Kemudian, tentara Italia menyerbu Yunani, tetapi hanya untuk mendorong Yunani kembali ke Albania. Kampanye Italia atas Afrika Utara juga terhenti. Yang memalukan, Jerman seringkali menyelamatkan Italia.

Setelah menguasai Libya dan Ethiopia, pasukan Sekutu menginvasi Italia pada tahun 1943 dan mulai menjatuhkan bom di Roma. Pada tanggal 25 Juli 1943, Raja Victor Emmanuel memberitahu Mussolini bahwa ia akan digantikan sebagai perdana menteri. Il Duce kemudian ditangkap dan dipenjarakan di berbagai tempat, termasuk di sebuah resor ski pegunungan terpencil di mana pasukan Jerman menyelamatkannya satu setengah bulan kemudian. 

Dari September 1943 sampai April 1945, Mussolini memimpin pemerintahan boneka di wilayah utara Italia yang diduduki Jerman. Pada akhir perang, ia mencoba menyelinap melintasi perbatasan Swiss dengan menyamar menggunakan mantel dan helm yang biasa digunakan Jerman. Tapi sebuah partisan Italia mengenalinya. Mussolini kemudian dan mayatnya digantung terbalik di sebuah lapangan di Milan.





.

Minggu, 15 Maret 2015

Paratrooper



Pasukan Penerjun payung (paratrooper) adalah tentara yang dilatih secara khusus dalam pengoperasian parasut serta memiliki kemampuan terjun payung.

Para prajurit terjun payung dapat menembus medan perang di belakang garis musuh karena bisa diterjunkan langsung dari pesawat.

Dalam sejarah peperangan yang melibatkan kekuatan udara, telah banyak tercatat misi-misi gemilang yang berhasil dilakukan oleh penerjun payung.

Konsep menggunakan parasut untuk mendaratkan tentara di daerah tertentu berkembang pesat saat Perang Dunia II. Penerjun payung bersifat sangat fleksibel dan umumnya didaratkan dalam kelompok kecil untuk kemudian secara cepat menjalankan misi yang diperintahkan.




Pasukan terjun payung yang diterjunkan di belakang garis pertahanan musuh berpotensi mengeksploitasi kelemahan musuh sekaligus melakukan misi awal sebelum kekuatan yang lebih besar melakukan serangan langsung.

Pasukan terjun payung juga bisa digunakan untuk memata-matai wilayah musuh atau menyediakan cadangan pasukan yang diperlukan di daerah-daerah yang sulit dijangkau melalui darat.

Pasukan Parasut di Perang Dunia II juga mengembangkan parasut dan teknik rigging untuk menjatuhkan peralatan yang dibutuhkan ke medan perang.

Saat ini, dengan teknik rigging yang makin canggih, menjadi dimungkinkan untuk menjatuhkan kendaraan dan senjata berat ke tanah bersama dengan persediaan untuk pengungsi dan objek lainnya. Rigging untuk benda berat membutuhkan keahlian khusus untuk memastikan objek tidak rusak selama penerjunan serta memastikan bahwa mereka jatuh di tempat yang tepat.

Untuk memenuhi syarat sebagai pasukan penerjun payung, seorang prajurit mengalami pelatihan reguler dan kemudian menerima pelatihan terjun payung khusus.

Pelatihan memuat berbagai hal seperti teknik skydiving yang tepat, menggunakan parasut khusus yang digunakan dalam paratrooping, dan tentang teknik untuk tetap berada dalam formasi ketika terjun dalam kelompok besar.

Biasanya, pasukan terjun payung merupakan bagian dari cabang udara militer, seperti Angkatan Udara.





sumber: http://www.amazine.co/27997/apa-itu-paratrooper-informasi-tentang-pasukan-terjun-payung/
.

Jumat, 13 Maret 2015

[Foto] Persiapan Peluncuran Little Boy dan Fat Man




Pada 6 dan 9 Agustus 1945, Amerika Serikat menjatuhkan Bom Nuklir ke kota Hiroshima dan Nagasaki, yang menyebabkan kematian dan kerusakan parah bagi penduduk di kota tersebut. Sampai hari ini Peristiwa Pem-bom an ini adalah satu-satunya yang menggunakan Bom Nuklir.



Mari berharap tidak ada peristiwa yang sama kedepannya.

Bom yang dijatuhkan dikenal dengan nama Little Boy (pada Hiroshima) dan Fat Man (Nagasaki). Bom-bom ini dipersiapkan di Lapangan Udara di Pulau Tinian, bagian dari Pulau Mariana Utara yang dekat dengan Jepang.

Beberapa waktu ini foto rahasia sebelum persiapan bom ini diangkut ke pesawat berhasil ditemukan. Foto ini dapat memberitahu kita bagaimana detik-detik persiapan dari peristiwa paling besar dari abad 21.



Para Tentara meng-check casing dari bom fat man. Berbagai percobaan telah dilakukan di Pulau Tinian.




Disebelah kiri adalah seorang Geophysicist, Francis Birch, sedang menandai Bomb yang akan menjadi Little Boy nantinya. Sedangkan disebelah kirinya adalah peraih Nobel Fisika, Norman Ramsey.




Seorang Teknisi sedang memberikan Sealant dan Dempul pada celah-celah depan dari Fat Man. Persiapan akhir untuk memastikan bagian dalam dari Fatman Stabil agar dapat menghasilkan daya ledak yang kuat, ketika di ledakan.




Para tentara dan pekerja menuliskan nama mereka pada bagian depan dari Fat Man.




Lihat saja dari Dekat.




Fat man dipindahkan dengan menggunakan kendaraan untuk proses perpindahan.




Bom nya dipindahkan menuju ke pangkalan udara Tinian dengan ditutupi Terpal.





Di pangkalan, Fat Man di taruh ke Pit (Lubang) yang telah dimodifikasi untuk mengangkut bom nya ke dalam Pesawat.




Kedua pit untuk Little Boy dan Fat man berukuran 2.4 meter hingga 3.6 meter. Mereka masih ada sampai sekarang.





Bom nya diturunkan menggunakan Hydraulic Lift.





Para pekerja mengecek little boy untuk terakhir kalinya tanpa melepas terpal nya untuk alasan keamanan. 3 kemudian Fat man juga diturunkan ke Pit nya dengan menggunakan prosedur yang sama.




Saat Little Boy siap, Enola Gay, pesawat Boeing B-29 yang dikhususkan untuk pengeboman. Di arahkan ke Pit untuk proses pengangkutan ke pesawat.




Terpal di lepaskan dan Bom disiapkan untuk masuk ke pesawat.






Menggunakan Hydraulic Lift, Little Boy diangkut secara perlahan ke dalam perut Enola Gay.





Ketika Bom sudah masuk ke pesawat, dia di check ulang untuk tahap akhir.





Setelah nya Little Boy dan Fat Man diterbangkan ke Hiroshima dan Nagasaki untuk kemudian di ledakkan. Setelahnya, WW2 Berakhir.






sumber: http://www.businessinsider.com/atomic-bombs-declassified-photos-2014-10?op=1
.

Selasa, 10 Maret 2015

Tank T-34



T-34 adalah tank jenis medium buatan Rusia (Uni Soviet) yang beroperasi pada pertengahan Perang Dunia II dan juga Perang Dingin.

Diproduksi dari tahun 1940 sampai 1958 M. Walaupun lapisan baja dan senjatanya kemudian diungguli oleh tank lainnya pada era itu, T-34 sering disebut sebagai tank paling efektif, efisien, dan memiliki desain paling berpengaruh pada Perang Dunia II. Pertama kali diproduksi di pabrik KhPZ di Kharkov (Kharkiv, Ukraina), T-34 adalah tulang punggung andalan utama Tentara Merah pada Perang Dunia II dan diekspor secara meluas setelah itu.

Tidak dapat dipungkiri, bahwa pelopor dari gerak pasukan mobile dan lapis baja dengan mengutamakan kedinamisan, gerak cepat dan fire power adalah Jerman dengan Jendral Heinz Guderian, akan tetapi, seiring berjalannya waktu, ketangguhan dan superioritas divisi-divisi panzer Jerman mulai tersaingi, bukan oleh kualitas saingannya, namun karena kuantitasnya.






Serangan Jerman terhadap Uni Soviet di pertengahan tahun 1941 seolah-olah tak terhentikan. Gerak maju divisi-divisi Jerman yang dipadukan dengan gerak tentara lapis bajanya sungguh mencengangkan dunia. Bahkan dengan pertahanan yang didukung lebih dari 20.000 tank lapis bajanya, Soviet tidak mampu berbuat banyak. Itu karena kualitas dan kemampuan tempur dari tank-tank Soviet yang tidak baik. Serta kualitasnya yang dibuat dengan cara seadanya. Membuat tank yang berjumlah ribuan tersebut terbantai sia-sia di medan pertempuran.


T-34 Dalam Pertempuran Kursk


T-34 adalah Jawaban dari Soviet atas serangan invasi Jerman yang membabi buta dengan divisi-divisi panzernya. Tidak seperti tank-tank Jerman yang mengutamakan keamanan, daya serang dan kekuatan. T-34 merusak semua gaya ortodoks Jerman dengan meninggalkan prinsip-prinsip itu. T-34 dibuat terutama untuk memenuhi kebutuhan tank Soviet yang mendesak, karena dari hari ke hari, keadaan front mereka semakin memburuk. T-34 dibuat untuk melakukan manuver tinggi dan mampu bertempur baik sebagai infantry support maupun sebagai battle tank.

Pada awal tahun 1942, di utara, Wehrmacht semakin mendesak Tentara Merah untuk memperketat pertahanan mereka di sekitar Leningrad ‘St. Petersburg sekarang’, di tengah, Moskow hampir tertembus pertahannya, sedangkan di selatan, pengepungan Stalingrad hampir menemui titik akhir. Situasi inilah yang menyebabkan produksi tank diutamakan dan ternyata strategi itu tepat.


T32T-34/85 model 1943
Model T-34/76 (kiri) dan Model T-34/85 (kanan)



Produksi tank Rusia yang semenjak tahun 1941 dipindahkan ke pedalaman siberia yang aman dari pengeboman Luftwaffe tidaklah kecil, mereka mampu rata-rata memproduksi 600 hingga 700 tank dan kendaraan lapis baja lain per bulan, dan jumlah ini membengkak dua kali lipatnya di tahun 1943. Sebagian besar adalah produksi tank jenis baru ini. Total, seluruh T-34 yang berhasil dibuat selama perang mencapai angka lebih dari 33.000 unit. Jumlah produksi tersebut terus tinggi bahkan setelah perang berakhir. Membuat T-34 dinobatkan sebagai varian tank terbanyak yang pernah diproduksi di dunia. Total produksinya mencapai lebih dari seratus ribu unit.

Besarnya jumlah produksi T-34 ini segera membalik keadaan, adalah Jendral Georgy Zhukov yang secara cerdik mereorganisasi kekuatan lapis baja Rusia sehingga mampu membentuk suatu mesing giling raksasa. Barisan divisi-divisi lapis baja ini menghancurkan pengepungan kota Moskow, di selatan, pengepungan terhadap kota Stalingrad juga menemui ajalnya. Bahkan Jerman harus menderita kerugian besar di Stalingrad dengan tertawannya 100 ribu lebih prajurit dan 24 Jendral termasuk Jendral Von Paulus.


T34 axis Kursk
Model T-34/76 dan T-34/85 yang dirampas oleh Jerman


T-34 terus memainkan peranan pentingnya selama perang berlangsung. Dalam pertempuran Kursk (Battle of Kursk) yang sering disebut sebagai pertempuran tank terbesar sepanjang sejarah dimana lebih dari 2000 tank Jerman berhadapan langsung dengan lebih dari 3000 tank Uni Soviet, lagi-lagi T-34 yang menentukan kemenangan. Meskipun banyak sekali yang hancur, namun tingkat produksi yang tinggi dari T-34 benar-benar membuat Jerman kewalahan. Offensif yang awalnya menggembirakan bagi kubu Jerman berakhir dengan tragis. Setelah pertempuran Kursk, Jerman harus mundur secara teratur ke tanah airnya sendiri.

T-34 juga menjadi tank asing pertama yang memasuki kota Berlin di tahun 1945 M. Tank ini pula yang mendapat kehormatan pada parade kemenangan Uni Soviet terhadap Jerman pada 1 Mei 1945, bersamaan dengan hari buruh internasional. T-34 walaupun secara teknologi dan kemampuan perang jauh dari tank Jerman seperti Tank Tiger, namun tidak dapat dipungkiri bahwa T-34 merupakan Monster yang datang Dari Timur.

Tank ini adalah kendaraan tempur yang paling banyak diproduksi pada masa Perang Dunia II dan nomor dua terbanyak diproduksi sepanjang masa setelah T-54/55 keduanya buatan Uni Soviet. Pada 1996, T-34 masih dioperasikan oleh angkatan bersenjata dari 27 negara. Rusia setidaknya masih menyimpan banyak stok T-34 di beberapa depot militer bersama tank peninggalan Perang Dunia II lainnya.




Spesifikasi :
  • Weight : 26.5 tonnes (29.2 short tons; 26.1 long tons)
  • Length : 6.68 m (21 ft 11 in)
  • Width : 3.00 m (9 ft 10 in)
  • Height : 2.45 m (8 ft 0 in)
  • Crew : 4 (T-34/76), 5 (T-34-85)
  • Armor : Front 81 mm (3.2 in), Side 51 mm (2.0 in), Rear 57 mm (2.2 in) effective

Performasi :
  • Engine : Model V-2-34 38.8 L, V12Diesel engine 500 hp (370 kW)
  • Power/weight : 17.5 hp/tonne
  • Suspension : Christie
  • Ground clearance : 0.4 m (16 in)
  • Operational range : 400 km (250 mi)
  • Speed : 53 km/h (33 mph)

Senjata :
  • Main armament 76.2 mm (3.00 in) F-34 tank gun (T-34-85: 85 mm ZiS-S-53 gun)
  • Secondary armament 2 × 7.62 mm (0.308 in) DT machine guns


.

Senin, 09 Maret 2015

6 Penyebab Perang Dunia II yang tidak tercatat dalam Buku Sejarah



Selama ini kita mendengar bahwa Perang Dunia II terjadi karena perlombaan senjata dan ideologi yang cukup sengit baik di Eropa maupun Asia. Negara otoriter melawan negara demokrasi yang berbasis kerakyatan. 

Namun sebenarnya Perang itu sendiri tidak dapat dinilai secara hitam dan putih. Di Jerman misalnya, NAZI sendiri berhasil mengambil alih tampuk kepemimpinan lewat sebuah pemilu demokratis. 

Untuk itulah, mari kita bahas beberapa sebab Perang Dunia II yang jarang kita temui di buku-buku sejarah:



1. Sistem Pertanian


Selama berabad-abad, manusia menggandalkan lahan garapan yang subur dan ternak untuk menghasilkan pangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Traktor, pupuk buatan, dan mekanisme pertanian modern sama sekali belum tercipta. Memasuki abad baru, kebutuhan pangan dunia semakin meningkat. Manusia membutuhkan lahan baru untuk menghasilkan pangan yang cukup karena lahan lama sudah tidak mencukupi dan kalaupun masih mencukupi, lahan tersebut sudah tidak lagi sesubur yang dahulu. Propaganda Jerman: Blut Und Boden

Masalah pangan ini jarang sekali dibahas dalam sejarah Perang Dunia II, namun beberapa ahli menyatakan bahwa masalah pangan adalah pemicu terjadinya perang yang membunuh lebih dari 50 juta manusia itu. “Lanbensraum” adalah semboyan Jerman untuk menyatakan bahwa mereka mengginginkan untuk melakukan perluasan wilayah. “Blut und Boden” atau tanah dan darah yang merupakan gerakan pekerja terutama bidang agrikultur.

Masalah pangan menjadi pelik karena jumlah penduduk di waktu itu begitu tinggi dibandingkan jumlah pasokan pangan yang mampu dihasilkan. Perubahan gaya hidup konsumtif juga mendorong perluasan wilayah antara negara-negara industri. Amerika mulai mengintensifkan pertanian di wilayah barat yang sebetulnya hak milik indian, Inggris memasok pangannya dari India dan Afrika selatan, Perancis dengan afrika utaranya, Belanda dengan Indonesia, dan Jepang dengan Manchuria.





2. Ledakan Penduduk dan Industri

Tidak dipungkiri, memasuki abad 20, jumlah penduduk bumi mencapai titik tertinggi di dalam sejarah umat manusia. Hampir 3 kali lebih banyak daripada satu abad sebelumnya. Jumlah penduduk ini tidak hanya menimbulkan masalah ketersedian pangan yang terbatas, namun juga masalah ekonomi. 

Industrialisasi Militer Yang Menyerap Banyak Tenaga Kerja


Setelah perang dunia I, ekonomi dunia rata-rata ambruk. Penggangguran di negara-negara industri meningkat drastis seiring dengan tutupnya pabrik-pabrik dan perindustrian. Dunia yang tidak pernah dibebani dengan penduduk sebesar itu seakan hampir kolaps. 

Di beberapa negara industri, militerisasi menjadi sebuah opsi jalan keluar yang hampir tidak dapat dihindari. Di Soviet, militer dapat juga bekerja sebagai buruh pembangunan infrastruktur. Di Amerika, pabrik-pabrik senjata dibanjiri pelamar kerja. Di Jerman sendiri, hampir seluruh merek terkenal yang sekarang kita temui adalah penghasil senjata di masa itu.

Industri dan melimpahnya tenaga kerja seolah-olah harus dimanfaatkan. Dan jalan keluar yang paling praktis dari kedua entitas tersebut adalah adanya perang. Dengan perang, seluruh sumber daya baik kapasitas industri yang mengganggur serta tenaga kerjanya dapat dimanfaatkan dengan lebih terarah. Buruh juga dapat dibayar secara lebih murah (misal di Soviet) untuk bekerja pada kondisi yang jauh dari layak.




4. Perjanjian Versailles Bagi Jerman

Perjanjian Versailles yang mengakhiri perang dunia II sangat mencekik bagi Jerman. Pada kenyataannya, ketika Perang Dunia I berakhir, tidak ada satupun wilayah tanah Jerman yang diduduki oleh sekutu dan di front barat, Jerman masih mencokol sebagian wilayah Perancis. 


 
Tentara Jerman Pulang Setelah Perjanjian Versailles


Normalnya, sebuah perjanjian untuk mengakhiri perang semacam ini hanya berupa status quo saja. Namun yang terjadi adalah, Jerman diperkosa habis-habisan. Kaisar mereka diturunkan dari takhtanya, wilayahnya dicabik-cabik, pasukannya dikerdilkan hingga 100.000 orang saja, dan mereka juga diharuskan membayar beban hutang perang negara-negara sekutu.

Perjanjian Versailles membuat industri Jerman lumpuh, penggangguran dimana-mana, dan inflasi meledak hingga jutaan persen. Bayangkan saja, harga sepotong roti yang awalnya tidak lebih dari 5 Mark melonjak menjadi 5 milyar Mark!

Masa-masa kelam semacam itu menghasilkan pergerakan ekstrimisme di Jerman. Sayap kanan yang kemudian menggabungkan diri ke dalam tubuh NSDAP (atau yang lebih kita kenal dengan nama NAZI) akhirnya berhasil memperoleh simpati rakyat melalui pemilu demokratis. Fakta yang sedikit lucu, sebuah pemilu demokratis menghasilkan pemerintahan otoriter paling keras sepanjang sejarah Jerman.




5. Pembagian Wilayah Yang Kacau Pasca Great War

Pembagian Wilayah baik kepada negara-negara yang kalah maupun pemenang dalam Great War (Perang Dunia I) oleh sebagian ahli dianggap terlalu sembrono. Yugoslavia misalnya, adalah gado-gado etnis campuran yang belum pernah secara independen berdiri sebagai sebuha negara. Wilayah Kekaisaran Jerman juga dikebiri hingga Prussia Timur dan Jerman lainnya harus terpisah, begitu pula dengan wilayah Rheinland dan Saarland yang harus diduduki oleh sekutu. 


Peta Jerman Setelah Perjanjian Versailles


Jerman harus menerima nasib bahwa tanah leluhur mereka harus diduduki secara pakasa oleh pihak asing. Hal ini tentu saja tidak bisa diterima begitu saja oleh sebagian besar rakyat Jerman. Meraka masih mengganggap bahwa Jerman sebenarnya belum tentu kalah dalam Perang Dunia Pertama. Perang tersebut hanya berhenti di tengah jalan.





6. Perancis dan Inggris Yang Pasif
Perancis dan Inggris yang merupakan kekuatan dominan di Eropa pasca Perang Dunia I dinilai bersikap terlalu pasif dalam menanggapi berbagai isu konflik yang terjadi di Eropa. Ketika Jerman merebut kembali Rhineland dan Saarland secara paksa, kedua sejoli tersebut hanya terdiam pasrah. 

Begitu juga ketika Third Reich mencoba untuk menganeksasi sedulur mereka yaitu Austria. Jerman menjadi semakin agresif ketika Cheko yang notabene tidak mempunyai mayoritas penduduk berdarah Jerman ikut bersatu dalam negeri seribu tahun tersebut.

Jerman pada tahun 1938 belum mempunyai kekuatan yang cukup untuk memulai sebuah perang skala besar. Tidak juga sebenarnya ketika Invasi Polandia berlangsung pada September 1939. Jika saja di waktu itu Perancis dan Inggris mau bergerak sedikit lebih cepat, maka agresivitas Jerman sebenarnya mampu diredam. Hal itu terjadi pula di wilayah-wilayah belahan dunia lain seperti ketika Jepang juga berusaha untuk merebut Manchuria dan kemudian hari China.






.