Tampilkan postingan dengan label Industrial Age. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Industrial Age. Tampilkan semua postingan

Kamis, 26 Februari 2015

10 Fakta Menarik seputar Perang Sipil Amerika




Perang Sipil Amerika (American Civil War) merupakan perang saudara yang terjadi di Amerika Serikat antara tahun 1861 hingga 1865. Dalam perang ini dua pihak saling berhadapan yaitu Negara Konfederasi (Confederate States of America) dan Pemerintah Federal AS (Union).

Negara Konfederasi Amerika atau ‘Konfederasi’ adalah kumpulan 11 negara bagian Selatan yang tetap mendukung perbudakan dan menarik diri dari pemerintah federal (union).
Fakta tentang Perang Sipil Amerika (1861-1865)

Berikut adalah beberapa fakta dan informasi tentang Perang Sipil Amerika:



1. Perang Sipil Amerika atau Perang Saudara Amerika dimulai pada tanggal 12 April 1861, saat pasukan Konfederasi menyerang instalasi militer AS di Fort Sumter di South Carolina, dan berakhir pada tanggal 9 April 1865 saat pasukan Union memenangkan perang.

Sekitar 6000 pertempuran berlangsung selama perang dan sebagian besar terjadi di wilayah Selatan.



2. Sekitar 2.100.000 tentara berpartisipasi dalam perang membela Union, sementara 1.064.000 tentara berpartisipasi membela Konfederasi.

Korban tewas di kamp Union tercatat sebesar 360.000 orang dengan 110.000 diantaranya tewas di medan perang.

Sementara itu, 260.000 tercatat tewas di kamp Konfederasi dengan 93.000 diantaranya tewas di medan perang.

Lebih dari 10.000 tentara yang mewakili Union berumur di bawah 18 tahun.



3. Ulysses S. Grant memimpin 533.000 pasukan Union setelah dia dipromosikan menjadi Letnan Jenderal pada tahun 1864.

Dia akhirnya terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat ke-18 pada tahun 1869.



4. Selama perang, banyak pertempuran intens yang menyebabkan sejumlah besar korban dalam waktu singkat.

Dalam Pertempuran Shiloh yang terjadi di tepi sungai Tennessee, jumlah korban tewas mencapai 23.700 orang.

Lebih banyak orang Amerika tewas dalam perang ini dibandingkan kombimasi dari perang-perang sebelumnya.

Dalam satu hari, tercatat 12.401 orang tentara Union tewas pada Pertempuran Antietam. Peristiwa tersebut dikenang sebagai hari paling berdarah dalam perang saudara.

Pada Pertempuran Cold Harbor di Virginia, sebanyak 7.000 tentara tewas dalam kurun waktu 20 menit.



5. Pertempuran sengit antara dua kapal perang USS Kearsarge dan CSS Alabama terjadi di lepas pantai Cherbourg, Perancis.

Orang Perancis berkumpul di pantai untuk menyaksikan pertempuran bersejarah tersebut.

Pelukis Perancis Pierre-Auguste Renoir mengabadikan momen ini dalam sebuah lukisan yang kini disimpan di Philadelphia Art Gallery.



6. Senapan tembakan tunggal merupakan senjata paling umum yang digunakan selama Perang Saudara Amerika. Peluru senapan ini diisi melalui laras

80% dari luka yang diderita oleh tentara selama pertempuran disebabkan oleh senjata ini, yang dapat menembakkan tiga peluru dalam satu menit dengan jangkauan sekitar 900 meter.

Bola ‘minie’, peluru ditemukan oleh tentara Perancis, Kapten Minie, juga menyebabkan banyak korban.



7. Meskipun artileri secara ekstensif digunakan dalam perang, hanya 10% dari total korban disebabkan oleh tembakan artileri.

Suara rentetan meriam pada Pertempuran Gettysburg terdengar hingga Pittsburgh yang berjarak sekitar 160 km.

Rata-rata, seorang prajurit membawa 3,5 kg amunisi, termasuk 40 peluru dalam kotak cartridge dan 60 peluru yang dibawa dalam tas.

Selain senapan dan meriam, senjata lain yang digunakan dalam Perang Saudara Amerika termasuk revolver, granat tangan, ranjau darat, pedang, api Yunani dan pedang pendek.



8. Lebih dari 360.000 tentara Amerika Serikat kehilangan nyawa dalam perang ini.

Dari jumlah tersebut, hanya sepertiga yang tewas akibat pertempuran sedangkan dua pertiga sisanya tewas akibat wabah penyakit.

Penyakit yang paling umum diderita selama Perang Saudara adalah tifus, malaria, pneumonia, disentri, arthritis, dan kekurangan gizi.



9. Kampanye Peninsula dan Pertempuran Antietam merupakan pertempuran pertama yang menggunakan korps ambulans terorganisir.

Lebih dari 1100 ambulans digunakan dalam Pertempuran Gettysburg.

Para direktur medis dari pasukan Union melaporkan bahwa semua prajurit yang terluka dibawa keluar medan perang dan diberikan perhatian medis hingga 12 jam setelah perang berhenti.

Red Rover, sebuah kapal perang rumah sakit AL, pertamakali digunakan selama pertempuran Vicksburg.



10. Perang Saudara Amerika akhirnya berakhir pada tanggal 9 April 1865 saat pihak Konfederasi menyerah kepada pasukan Union.

Berakhirnya perang menandai awal dari ‘Era Rekonstruksi’ dalam politik Amerika Serikat dan menjadi momentum diakhirinya perbudakan di Amerika Serikat.






sumber: http://www.amazine.co/23351/10-fakta-informasi-menarik-tentang-perang-sipil-amerika/
.

Sabtu, 21 Februari 2015

Pembelian Wilayah Alaska oleh Amerika Serikat



Alaska adalah salah satu negara bagian Amerika Serikat yang terletak di wilayah Kutub Utara, tepatnya berbatasan dengan Yukon dan British Columbia di Kanada, Samudera Pasifik, Teluk Alaska, Selat Bering, Laut Beaufort, dan Laut Chukchi. Alaska merupakan negara bagian Amerika Serikat yang paling luas dengan jumlah penduduk paling sedikit. 


Cuaca ekstrem dan terbatasnya sarana transportasi membuat enggan siapapun untuk bermukim, walaupun sumber alamnya melimpah. Selain itu, letak geografis Alaska tidak tersambung dengan daratan Amerika Serikat, sehingga wilayah tersebut merupakan daerah eksklave.



Latar Belakang

Sebelum bergabung dengan Amerika Serikat, Alaska merupakan wilayah kekuasaan Kekaisaran Rusia. Vitus Bering, seorang berkebangsaan Denmark yang bekerja untuk Rusia, berhasil mencapai Alaska pada tahun 1728. Namanya diabadikan sebagai nama selat yang memisahkan antara Asia dan Amerika, yaitu Selat Bering.

Pada tahun 1853-1856, terjadi Perang Krimea antara Kekaisaran Rusia melawan gabungan kekuatan Perancis, Inggris, Kerajaan Sardinia, dan Kesultanan Utsmaniyah. Perang yang menelan biaya tinggi menyebabkan krisis keuangan di Rusia. Krisis keuangan semakin parah saat utang 15.000.000 poundsterling yang dipinjam pemerintah Rusia dari keluarga Rothchilds mendekati waktu jatuh tempo. Keadaan tersebut memaksa pemerintah Rusia mengambil langkah instan dengan menjual sesuatu yang kurang berguna, sesuai saran yang disuarakan adik Tsar, Pangeran Konstantin Nikolaevich.
Pengkajian singkat Tsar Alexander II terhadap saran adiknya membuahkan sebuah keputusan, yaitu menjual Alaska kepada Amerika Serikat. Selain faktor krisis keuangan yang melanda Rusia, faktor “takut kehilangan” akibat ekspansi Inggris di Amerika Utara juga menjadi bahan pertimbangan. Inggris yang menjadi lawan Rusia saat Perang Krimea dikhawatirkan akan menganeksasi Alaska yang tanpa perlindungan militer. Melalui British Columbia, koloni Inggris di Amerika Utara yang berbatasan langsung dengan Alaska, Inggris bisa kapan saja mencaplok wilayah tersebut.





Pembelian Alaska

Pada tahun 1859 (3 tahun setelah Perang Krimea), pemerintah Rusia menawarkan Alaska kepada Amerika Serikat. Proses penawaran sempat terhenti saat meletus Perang Saudara Amerika. Penawaran kembali dilanjutkan usai perang berakhir ketika Tsar Alexander II memerintahkan salah satunya menterinya, Eduard de Stoeckl untuk berangkat ke Amerika Serikat. Penawaran yang dilakukan dengan Sekretaris Negara Amerika Serikat, William H. Seward langsung ditanggapi dan masuk ke tahap negosiasi.

Negosiasi pertama dilakukan pada awal Maret 1867. Setelah melewati beberapa sesi yang alot, kesepakatan harga pembelian wilayah seluas 1.518.800 km2 akhirnya ditandatangani pada pagi hari pukul 04.00, tanggal 30 Maret 1867, dengan nominal $ 7.200.000, atau sekitar $ 4,74 per km2. Penandatanganan kesepakatan tersebut nantinya akan dibawa William H. Seward ke parlemen untuk pengesahan. Dalam hal ini berarti jual-beli yang dilakukan Eduard de Stoeckl dan William H. Seward masih belum pasti.

Sambil menyelam minum air, Rusia merasa bahwa penjualan Alaska kepada Amerika Serikat memiliki kesempatan untuk melemahkan kekuasaan Inggris di Amerika Utara. Dengan begitu, koloni Inggris akan terjepit oleh Amerika Serikat yang berpeluang menganeksasi seluruh koloni Inggris di Amerika Utara, termasuk British Columbia dan pangkalan Angkatan Laut Inggris (Royal Navy) di Esquimalt.





Reaksi Publik Amerika

Kesepakatan yang dilakukan William H. Seward ternyata tidak seluruhnya disetujui publik Amerika Serikat. Sejarawan Ellis Paxson Oberholtzer merangkum pernyataan minoritas yang menentang pembelian, yang diambil dari beberapa editor surat kabar Amerika. Bagi mereka, meskipun Pembelian Alaska terbilang tidak mahal, dampaknya akan berimbas pada keuangan Amerika Serikat yang nantinya akan tersedot untuk sekadar biaya administrasi sipil dan militer. Selain itu, “padang gurun beku” tersebut letaknya terpisah dengan daratan Amerika Serikat sehingga rentan dianeksasi.

Terlepas itu semua, sebagian besar kalangan justru mendukung Pembelian Alaska yang berpendapat bahwa Amerika Serikat mungkin akan memperoleh manfaat ekonomi yang besar, sekaligus meningkatkan hubungan persahabatan dengan Rusia yang dianggap penting. Selain itu, 45% surat kabar Amerika juga mendukung pembelian tersebut sebagai pijakan awal untuk menganeksasi British Columbia.

Dalam suasana pro dan kontra yang mencuat, faktanya Pembelian Alaska berkali-kali lebih menguntungkan bagi Amerika Serikat. Wilayah yang dianggap “padang gurun beku” ternyata kaya akan sumber daya alam, seperti emas, tembaga, minyak bumi, dll.





Debat Senat

Untuk memperlancar langkahnya, William H. Seward membujuk Presiden Andrew Jonhson untuk menggelar sidang khusus Senat dengan jaminan tidak akan ada perdebatan. Partai Republik yang menjadi oposisi mencemooh “kebodohan Seward” dalam konteks kurangnya manfaat pembelian, bukan didasari permusuhan politik.

Pada tanggal 9 April 1867, Charles Sumner, Ketua Komite Senat Hubungan Luar Negeri, memenangkan persetujuan kesepakatan penandatanganan Pembelian Alaska dengan suara 37:2. Sejak saat itu, lebih dari setahun kasus ini tenggelam seiring memburuknya hubungan Presiden Andrew Johnson dengan Kongres. Alhasil, DPR menolak mencairkan dana yang diperlukan untuk transaksi Pembelian Alaska.

Pada bulan Juni 1868 (setelah sidang impeachment Presiden usai), Eduard de Stoeckl dan William H. Seward mengangkat kembali kampanye Pembelian Alaska. Pada bulan Juli 1868, akhirnya DPR menyetujui Pembelian Alaska dengan suara 113:48. Proses pembayaran dilakukan pada tanggal 1 Agustus 1868, melalui Riggs Bank yang menguangkan cek untuk pihak Rusia.





Kepemilikan Alaska

Dengan Pembelian Alaska yang difasilitasi William H. Seward, Amerika Serikat memperoleh wilayah yang luasnya dua kali lebih besar dari Texas. Secara tidak langsung Amerika Serikat mewarisi pengawasan Rusia di Alaska yang diperkirakan berisi sekitar 2.500 orang Rusia dan 8.000 orang pribumi, serta sekitar 50.000 pribumi yang ada di luar yurisdiksi. 

Selain itu ada 2 daerah setingkat kota: New Archangel (sekarang Sitka) berpenduduk 968 jiwa yang didirikan tahun 1804 untuk menangani perdagangan kulit otter laut; dan St. Paulus di Kepulauan Pribilof yang merupakan pusat industri segel bulu yang berpenduduk 283 jiwa. Setelah itu, Departemen Dalam Negeri Amerika Serikat mengubah penggunaan nama Alyaska (sebutan Rusia untuk Alaska) yang diambil dari bahasa Aleut, untuk disesuaikan dengan lidah orang Amerika sehingga menjadi “Alaska”.





Upacara Serah Terima

Pada tanggal 18 Oktober 1867, berlangsung upacara serah terima wilayah Alaska oleh Kekaisaran Rusia yang diwakili Kapten Aleksei Alekseyevich Peshchurov kepada Amerika Serikat yang diwakili Jenderal Lovell Rousseau. Upacara serah terima dilakukan di Sitka dan dimeriahkan gemuruh tembakan artileri yang mengiringi parade bersama Tentara Rusia dan Amerika Serikat di depan rumah gubernur. Sebagai simbol serah terima, bendera Rusia diturunkan dan digantikan bendera Amerika Serikat. Setelah itu Tentara Amerika Serikat di bawah pimpinan Jenderal Jefferson Davis menempati barak bekas Tentara Rusia.





Keadaan Setelah Serah Terima

Menurut kisah T. Ahllund, seorang pandai besi yang bekerja di Sitka, tidak lama setelah upacara serah terima yang dilakukan kedua pihak, hampir semua orang Rusia di Alaska memutuskan untuk kembali ke Rusia, kecuali beberapa pedagang dan pendeta yang memilih menetap. Namun tidak lama setelahnya, sejumlah orang Rusia yang memilih menetap pada akhirnya juga memutuskan kembali ke Rusia, termasuk beberapa pedagang yang mengorbankan usahanya.

Hidup sebagai warga sipil Sitka di bawah kekuasaan Amerika Serikat sangat tidak nyaman di mata orang Rusia. Perbedaan budaya dan bahasa menjadi kendala utama dalam bersosialisasi. Selanjutnya mereka mengumpulkan dana kolektif untuk membeli kapal sebagai transportasi pulang ke Rusia. T. Ahllund mengatakan bahwa perjalanan mereka diwarnai mabuk laut di setiap pelabuhan yang disinggahi. Pelayaran yang tak terlupakan itu melewati rute Pulau Sandwich (Hawaii), Tahiti, Brasil, London, dan berakhir di Pelabuhan Kronstadt, St. Petersburg.




Alaska Day

Alaska Day atau Hari Alaska merupakan perayaan tahunan di Alaska dalam rangka memperingati hari upacara serah terima wilayah Alaska oleh Kekaisaran Rusia kepada Amerika Serikat pada tanggal 18 Oktober 1867, tanggal pada kalender Gregorian yang mulai berlaku di Alaska pada hari berikutnya untuk menggantikan kalender Julian yang digunakan Rusia (kalender Julian pada abad ke-19 merupakan 12 hari di belakang kalender Gregorian).

Perayaan resmi Alaska Day setiap tanggal 18 Oktober biasa diadakan di Sitka. Alaska Day merupakan hari libur bagi semua pegawai negeri dan siswa di negara bagian Alaska. Dalam perayaan tersebut akan dilakukan parade dan pengibaran bendera.






sumber: https://vincentandrik.wordpress.com/2014/04/03/pembelian-alaska/
.

Jumat, 20 Februari 2015

Tahun-Tahun Terakhir Kekhalifahan Ottoman



Partisi Ottoman Lewat Traktat Sevres, Daerah Kuning Muda adalah Daerah Ottoman

Di Abad Pertengahan, Kesultanan Ottoman merupakan salah satu negara adidaya yang wilayahnya membentang di atas tiga benua. Namun seiring berjalannya waktu, kedigdyaan Ottoman sedikit demi sedikit mulai tergerus. 

Munculnya Revolusi Industri dan terbukanya jalur penjelajahan ke benua lain membuat negara-negara Eropa mulai bisa mengimbangi kedigdayaan Ottoman. Sementara dari dalam Ottoman sendiri, kesultanan raksasa tersebut dipusingkan oleh merebaknya sentimen nasionalisme di daerah-daerah kekuasaannya.

Pendirian parlemen tidak serta merta membuat keadaan Ottoman langsung membaik. Masih belum stabilnya kondisi dalam negeri pasca pendirian parlemen yang dikombinasikan dengan mewabahnya sentimen nasionalisme kedaerahan lantas berujung pada pecahnya pemberontakan di Balkan, Eropa Tenggara. Pasukan Ottoman menderita kekalahan dalam perang tersebut sehingga Ottoman harus kehilangan sebagian besar wilayahnya yang ada di Eropa pada tahun 1913. Sebelumnya, pada tahun 1911 Ottoman juga harus kehilangan wilayah Libya, Afrika Utara, akibat dicaplok oleh pasukan Italia.

Kehilangan banyak wilayah strategis dalam rentang waktu yang begitu singkat jelas tidak disukai oleh pihak Ottoman. Maka, pemerintah Ottoman pun menjalin persekutuan rahasia dengan Jerman dan Austria-Hungaria. Fokus utama dari Ottoman saat menjalin persekutuan dengan kedua negara tadi adalah Rusia, karena baik Ottoman maupun Rusia sama-sama berambisi menjadikan wilayah Kaukasus dan Balkan berada di bawah kekuasaannya. Harapannya, jika perang melawan Rusia benar-benar meletus, Jerman dan Austria-Hungaria akan membantu Ottoman di medan perang.



Dihantam dari Dalam dan Luar Negeri

Bulan Juni 1914, putra mahkota Austria-Hungaria tewas ditembak oleh ekstrimis Serbia kelahiran Bosnia, Gavrilo Princip. Bagaikan api disiram bensin, peristiwa tersebut langsung menimbulkan efek berantai yang sangat besar. Austria-Hungaria melakukan invasi militer ke wilayah Serbia sebulan sesudah peristiwa penembakan tersebut. Tindakan yang lantas direspon Rusia – negara sekutu Serbia – dengan menyatakan perang kepada Austria-Hungaria. Tak lama berselang, negara-negara Eropa lain seperti Jerman dan Perancis ikut melibatkan diri dalam perang. Sebagai akibat dari begitu banyaknya negara yang terlibat, perang yang bersangkutan di kemudian hari dikenal dengan sebutan Perang Dunia I (PD I).

Ottoman awalnya berusaha untuk tidak ikut terseret dalam PD I. Namun menyusul tindakan Ottoman yang membiarkan kapal-kapal perang Jerman menggunakan perairan lautnya, negara-negara Sekutu musuh Jerman akhirnya menyatakan perang kepada Ottoman. Di tahun-tahun awal peperangan, Ottoman yang dibantu oleh Jerman dan Austria-Hungaria masih bisa mengimbangi sepak terjang dari pasukan negara-negara Sekutu. Namun Ottoman akhirnya kewalahan karena kondisi perekonomian mereka memang sudah tidak lagi menunjang untuk mendanai perang berskala besar. Situasi makin runyam setelah orang-orang Arab dan Armenia yang ada di wilayah Ottoman melakukan pemberontakan.

Ketidakmampuan Ottoman untuk berperang lebih lama lagi memaksa Sultan Ottoman menyerah tanpa syarat dan berunding dengan perwakilan negara-negara Sekutu. Perundingan tersebut lantas menghasilkan kesepakatan yang dikenal sebagai Traktat Sevres pada tanggal 10 Agustus 1920. Lewat perjanjian tersebut, pihak Sekutu membiarkan Sultan tetap menjadi penguasa Ottoman. Namun sebagai gantinya, Ottoman harus menyerahkan sebagian besar wilayahnya ke negara-negara Sekutu. Berdasarkan Traktat Sevres pula, jumlah personil militer Ottoman dibatasi dan pihak Sekutu diperbolehkan menempatkan pasukannya di Konstantinopel (sekarang bernama Istanbul) yang saat itu masih berstatus sebagai ibukota Kesultanan Ottoman.

Poin-poin dalam Traktat Sevres dianggap sebagai pelecehan terhadap harga diri bangsa Turki. Kemauan Sultan untuk menerima traktat tersebut juga membuat ia semakin kehilangan wibawa di hadapan rakyatnya sendiri. Maka, orang-orang Turki yang menentang keberadaan pasukan asing di tanah Turki mendirikan gerakan nasionalis bawah tanah di Ankara, Turki tengah, dengan Mustafa Kemal Attaturk sebagai pemimpinnya. Untuk memperkuat diri, kelompok nasionalis Turki juga melakukan perjanjian rahasia dengan kelompok komunis Bolshevik di Rusia. Bolshevik setuju untuk menyalurkan bantuan emas dan persenjataan ke pihak Ottoman. Sebagai gantinya, kelompok nasionalis Turki akan membiarkan daerah Kaukasus menjadi milik Bolshevik jika kelompok nasionalis berhasil memenangkan perang dan menjadi penguasa baru Turki.




Dimulainya Perang Pembebsan

Bagaikan tanaman layu yang disiram air segar, bantuan logistik dari Bolshevik membuat kelompok nasionalis Turki semakin percaya diri sehingga mereka kini berani melakoni perang berskala besar melawan negara-negara Sekutu. Intensitas konflik di tanah Turki pun jadi semakin meningkat. Pasukan Sekutu memang memiliki keunggulan dalam hal jumlah personil, namun pasukan nasionalis Turki lebih unggul dalam hal semangat juang dan pemahaman akan medan konflik karena mereka berperang di tanah airnya sendiri. Modal keunggulan tersebut berhasil dimaksimalkan dengan baik oleh pasukan nasionalis Turki sehingga menjelang akhir tahun 1922, seluruh daratan Anatolia berada di bawah kendali kubu nasionalis.

Performa gemilang pasukan nasionalis Turki sukses memaksa negara-negara Sekutu untuk mengibarkan bendera putih pada tanggal 11 Oktober 1922. Terhentinya konflik bersenjata lantas dimanfaatkan oleh kelompok nasionalis untuk membubarkan Kesultanan Ottoman pada tanggal 1 November 1922. Tidak ada yang bisa dilakukan oleh Sultan untuk menghentikan upaya pembubaran tersebut mengingat kelompok nasionalis sekarang merupakan kelompok terkuat di tanah Turki. Maka, hanya berselang 16 hari pasca keluarnya pernyataaan resmi mengenai pembubaran Kesultanan, Sultan Mehmed VI pergi meninggalkan Turki dengan menumpang kapal militer Inggris. Perginya sultan sekaligus menjadi akhir dari riwayat Kesultanan Ottoman yang sudah bertahan selama berabad-abad.

Sukses memenangkan perang dan membubarkan kesultanan, kelompok nasionalis kini terlibat perundingan dengan negara-negara Sekutu untuk menentukan masa depan Turki. Perundingan tersebut sukses menghasilkan kesepakatan baru yang bernama Traktat Lausenne pada tanggal 24 Juli 1923. Berdasarkan traktat tersebut, negara-negara Sekutu mengakui kelompok nasionalis Turki sebagai penguasa berdaulat wilayah Anatolia dan Konstantinopel. Namun selain kedua wilayah tadi, wilayah-wilayah Ottoman yang hilang seusai Perang Dunia I seperti Mesir dan Siprus status politiknya tetap tidak berubah. Alias tidak termasuk dalam wilayah Turki. 

Tanggal 29 Oktober 1923 atau beberapa bulan sesudah penandatanganan Traktat Lausenne, Republik Turki secara resmi berdiri dengan Mustafa Kemal Attaturk sebagai presiden pertamanya. Kota Ankara yang semasa perang pembebasan menjadi basis utama dari kelompok nasionalis dijadikan ibukota negara yang baru menggantikan Konstantinopel, ibukota negara di era Ottoman. Wilayah Republik Turki dalam perkembangannya bertambah luas – walaupun tidak seluas wilayah Ottoman.






.

Rabu, 18 Februari 2015

Pistol Colt M1911



Colt 1911 
dirancang oleh Samuel Colt dan John Browning pada tahun 1887. Rancangan senjata dengan sistim magazen tersebut awalnya didisain untuk tentara Amerika yang merasa kewalahan menggunakan revolver kaliber 38 dalam melawan perlawanan suku Moro di Filipina.

Dengan desain baru dan peluru berdiameter lebih besar (kaliber 45), Pistol yang diambil dari bahasa Perancis ‘pistolet’ dirancang untuk memberikan daya hantam (stopping power) lebih besar ketimbang revolver caliber 38 yang saat itu digunakan oleh tentara Amerika.

Pada tahun 1906, desain-desain pistol yang dirancang oleh pembuat senjata Colt, Browning, Luger, Savage, Knoble, Bergmann, White-Merrill and Smith & Wesson, mulai diuji-cobakan di kemiliteran Amerika.

Salah satu rancangan, yakni milik Samuel Colt saat itu menjadi produk terbaik pada ujicoba yang dijalankan pada tanggal 3 Maret 1911. Model tersebut kemudian populer dengan nama Colt 1911.

Pada ujicoba tersebut, pistol desain Colt tersebut lulus menembakkan 6000 peluru dengan penembakan terus-menerus per-100 butir peluru, dengan masa istirahat 5 menit, dan pembersihan pistol setiap 1000 peluru.

Setelah lulus ujicoba tersebut. Pistol tersebut diproduksi secara massal, dan diberi kode seri Colt Model 1911-A1 (atau M1911-A1). Sejak saat itu, desain pistol tidak (atau belum) pernah berubah hingga kini. Colt 1911 tersebut, sering dijuluki “A Mother of All Pistol.”




Spesifikasi :
  • Weight : 2.44 lb (1,105 g) empty, with magazine
  • Length : 8.25 in (210 mm)
  • Barrel length : Government model: 5.03 in (127 mm), Commander model: 4.25 in (108 mm), Officer's ACP model: 3.5 in (89 mm)
  • Cartridge : .45 ACP (11.43 mm)
  • Action : Short recoil operation
  • Muzzle velocity : 825 ft/s (251 m/s)
  • Feed system : 7-round standard detachable box magazine






.

Minggu, 15 Februari 2015

Taktik Perang Parit




Perang parit adalah jenis perang yang ditandai dengan pembentukan zona defensif berbentuk parit, dengan kedua belah pihak menempati parit untuk tujuan mempertahankan posisi defensif.

Jenis peperangan seperti ini sering menghasilkan kemajuan yang lambat, dengan masing-masing pihak berusaha menguasai parit lawan agar memiliki keunggulan ofensif.

Perang parit terkenal brutal dan mengerikan dan amat terkait dengan Perang Dunia I pada tahun 1914-1918.

Beberapa faktor berkontribusi pada kemunculan perang parit. Pertama adalah kemajuan luar biasa dalam persenjataan balistik yang membuat serangan frontal secara tradisional sulit dilakukan.




Selain itu, peningkatan akurasi senjata dan kemampuan artileri membuat serangan frontal (langsung berhadap-hadapan) bisa berubah menjadi tindakan bunuh diri. Kondisi ini lantas memicu pendekatan defensif yang menjadi karakteristik perang parit.

Perkembangan strategi pasokan logistik juga memberikan kontribusi. Pasokan dan perbekalan saat itu bisa dengan mudah dipasok oleh kereta atau truk dari garis belakang.

Dalam perang parit, kedua belah pihak membangun benteng yang melengkapi parit dengan berbagai cara termasuk menggunakan karung pasir, dinding, dan pagar kawat berduri.

Parit dirancang untuk memberikan perlindungan dari artileri. Setelah berlindung di parit, musuh akan sulit mengusir dan menguasainya, karena meskipun korban berjatuhan, bala bantuan dapat segera didatangkan dari garis belakang.

Daerah diantara parit yang diduduki oleh kedua belah pihak dikenal sebagai “tanah tak bertuan” atau “no man’s land” yang bisa digunakan sebagai area untuk mempersipkan serangan, meskipun tentara di tanah tak bertuan sangat rentan terhadap serangan dari sisi lain.

Di parit, kehidupan prajurit bisa amat mengerikan. Selama Perang Dunia I, mayat hanya dikubur dalam lubang dangkal di lantai atau dinding parit.




Kondisi ini menimbulkan bau menyengat yang bercampur dengan bau kakus darurat dan bau tubuh prajurit yang jarang mandi.

Persediaan makanan biasanya juga terbatas dengan tubuh tentara yang penuh kutu serta rentan terhadap infeksi serius.

Kondisi ini membuat banyak prajurit yang tewas di parit sebelum mereka sempat menembakkan peluru ke lawan.

Suasana di parit juga sangat menegangkan, dengan tentara yang mengalami serangan artileri musuh bertubi-tubi serta senjadi sasaran peluru sniper jika mereka berani menyembulkan kepala diatas parit.

Kondisi tersebut berkontribusi terhadap perkembangan masalah psikologis di antara tentara yang ditempatkan di parit.

Banyak satuan militer menanggapi masalah psikologis ini dengan regu tembak, yaitu memerintahkan tentara yang bermasalah dieksekusi karena dianggap pengecut dan melarikan diri dari medan perang.

Aksi militer di parit dapat dicapai dalam beberapa cara. Pasukan Jerman dalam Perang Dunia I terkenal menggunakan gas untuk membunuh atau melumpuhkan tentara musuh sebelum mereka berusaha menguasai parit lawan.




Artileri juga digunakan dalam upaya untuk menaklukkan pasukan musuh sebelum meluncurkan serangan langsung.

Kedua belah pihak menggunakan pula sniper dan tim komando kecil untuk meneror dan menyebarkan ketakutan pada pihak musuh.

Pada sebagian besar kejadian, berbagai upaya sering berakhir pada kebuntuan, dengan kedua pihak berhasil mempertahankan parit masing-masing sehingga tidak terjadi pergerakan di kedua arah.

Ketika satu pihak berhasil menduduki parit musuh, mereka mungkin menemukan diri mereka dalam jangkauan tembak musuh.

Meskipun berhasil merebut parit lawan, lawan yang terdesak biasanya hanya mundur sedikit untuk kemudian kembali bertahan di dalam parit.




Kebrutalan perang parit telah diabadikan dalam sejumlah film dan buku, termasuk buku oleh tentara yang berhasil selamat dari peperangan.

All Quiet in the Western Front dan Life in the Tomb adalah dua contoh novel tentang Perang Dunia I yang ditulis oleh para veteran yang selamat dari perang parit.








sumber: http://www.amazine.co/39642/apa-itu-perang-parit-sejarah-taktik-pd-i-kengeriannya/
.

Rabu, 11 Februari 2015

Christmas Truce, Gencatan Senjata di Malam Natal




Para prajurit di medan Perang Dunia I berhenti bertempur. Kedua belah pihak merayakan Natal bersama-sama, wilayah Ypres Belgia adalah medan pertempuran paling intens antara Jerman dan Sekutu yang dipimpin Inggris dan Perancis pada awal Perang Dunia I.

Serangkaian pertempuran yang terjadi pada 19 Oktober–22 November 1914 memakan puluhan ribu korban tewas, diikuti perang parit yang statis.

Peperangan berhenti pada malam Natal, 24 Desember. Prajurit Jerman dan Inggris mendekorasi parit masing-masing dengan pohon Natal dan menyanyikan lagu-lagu Natal. Suasana jadi bersahabat ketika mereka bertemu di wilayah tak bertuan (no man’s land), lahan kosong yang memisahkan antarparit.




“Tidak ada rasa benci sedikit pun dari kedua belah pihak. Dari pihak kami, tidak pula muncul keinginan untuk bertempur. Gencatan senjata Natal ini seperti jeda ronde sebuah pertarungan tinju yang bersahabat,” 


tutur Letnan Dua Bruce Bairnsfather dari resimen Royal Warwickshire, dikutip dari Meetings in No-Man’s Land karya Marc Ferro dkk.



Mereka bertegur sapa, bertukar hadiah dan kebahagiaan Natal. Hal serupa menyebar ke front pertempuran di wilayah lain. Momen ini didokumentasikan dalam surat dan catatan harian para prajurit di lapangan.




“Kami saling bertukar rokok, tanda tangan, dan beberapa orang bahkan berfoto bersama. Saya tidak tahu sampai kapan hal tersebut berlangsung, tapi sampai esok harinya kami tidak mendengar letusan tembakan sedikit pun,” 

tulis Kapten A.D. Charter dari batalyon Gordon Highlanders dalam surat-suratnya yang dipublikasikan Royal Mail, jasa pos nasional Britania Raya, dikutip dari independent.co.uk (24/12).

“Kami bahkan mengadakan gencatan senjata kembali untuk merayakan Tahun Baru, yang digunakan para prajurit Jerman untuk melihat hasil cetakan foto yang kami ambil sebelumnya!” tambah Charter.




Bahkan di beberapa wilayah gencatan senjata digunakan para prajurit untuk bertanding sepakbola. No man’s land yang biasanya suram untuk sesaat jadi ajang rekreasi. Seperti disaksikan Letnan Kurt Zehmisch dari resimen Saxony ke-134. “Prajurit-prajurit Inggris membawa bola sepak dari parit mereka, dan tak lama pertandingan seru terjadi.

Pemandangan ini sangat menakjubkan, juga aneh. Para opsir Inggris merasakan hal yang sama tentang ini. Natal, momen perayaan rasa cinta dan kasih sayang, mampu membuat musuh bebuyutan menjadi kawan untuk sementara, dalam catatan harian yang dipublikasikan pada tahun 1999.

Secara umum, momen gencatan senjata itu digunakan untuk menghentikan tembak-menembak, merawat prajurit terluka, mengevakuasi dan menguburkan mayat, sekaligus memperkuat pertahanan parit masing-masing.

Pers di negara-negara yang terlibat perang memuat banyak berita tentang gencatan senjata ini berdasarkan surat para prajurit yang dikirim ke keluarga mereka. Banyak pihak berharap perang akan segera usai.

Namun tidak semua prajurit dan opsir mendukung gencatan senjata Natal karena dianggap sebagai bentuk simpati terhadap musuh. Salah satu penentang ialah Adolf Hitler, yang saat itu berpangkat korporal di Divisi Ke-16 Bavarians.



“Hal tersebut tidak seharusnya terjadi di masa perang. Apa kalian orang-orang Jerman sudah tidak punya rasa hormat sama sekali?” 

kata Hitler, seperti dikutip Jim Murphy dalam Truce: The Day the Soldiers Stopped Fighting.



Gencatan senjata tidak lagi terjadi di Natal tahun berikutnya. Perang yang makin keras, seperti dimulainya penggunaan gas beracun (1915 M) dan brutalnya Pertempuran Somme dan Pertempuran Verdun (1916 M), menghilangkan rasa simpati antarprajurit. Sembilan juta prajurit dan tujuh juta rakyat sipil tewas di akhir perang; menjadikan Perang Dunia I sebagai salah satu konflik paling mematikan dalam sejarah manusia.







sumber: http://historia.co.id/artikel/modern/1506/Majalah-Historia/Gencatan_Senjata_Natal
.

Sabtu, 07 Februari 2015

Howitzer



Howitzer adalah jenis senjata artileri yang digunakan untuk serangan darat. Howitzer memainkan peran penting dalam berbagai peperangan karena daya rusak yang kuat namun tetap fleksibel untuk dipindahkan sesuai keperluan.


Nama Howitzer berasal dari kata dalam bahasa Ceko houfnice (diturunkan dari bahasa Jerman: haubitze dan bahasa Belanda: houwitser), sebuah meriam dari abad ke-15 yang digunakan oleh suku Hussite dalam Perang Hussite (1419-1434 M) antara Kristen Protestan dan Katholik.




Howitzer modern pertama kali muncul pada akhir abad ke-17, ketika orang Swedia menggunakannya dalam pertempuran untuk menghancurkan benteng musuh.

Dibanding mortir dan meriam lainnya, howitzer dianggap lebih fleksibel karena dapat menembak dari berbagai sudut yang berbeda. Ini berarti howitzer dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan sehingga memberikan pasukan sebuah senjata kuat yang serba guna.

Pada pertengahan abad ke-19, howitzer berkembang secara substansial. Pada saat itu, howitzer mampu menembakkan baik cannonball maupun proyektil berbahan peledak sehingga senjata ini sering pula disebut sebagai ‘gun-howitzer’.

Howitzer juga dirancang lebih praktis sehingga mudah dipindahkan dan disiapkan dengan cepat. Field howitzer (howitzer lapangan) terus dirancang semakin besar sehingga mampu memusnahkan dinding perlindungan musuh dan halangan lain.

Saat Perang Dunia I, howitzer bahkan berkembang lebih jauh lagi dengan laras yang lebih besar, kecepatan yang lebih tinggi, dan kaliber lebih besar.

Senjata ini banyak digunakan dalam Perang Dunia I, terutama pada pertempuran parit. Howitzer digunakan untuk ‘membom’ parit pertahanan musuh untuk menciptakan kerusakan yang masif.



Ada berbagai jenis howitzer yang umumnya dibagi berdasarkan mobilitas mereka :


‘field howitzer’ merupakan jenis yang dapat dibawa dan dipindahkan sepanjang pertempuran oleh infanteri lapangan dengan bantuan semacam kereta.



‘Pack howitzer’ merupakan jenis howitzer yang bisa dibongkar kemudian dirakit kembali di tempat pertempuran.



‘Siege howitzer’ umumnya berukuran besar sehingga harus diangkut dengan helikopter dan kemudian dipasang semi permanen.



‘Self-propelled howitzer’ menyerupai tank karena terpasang pada kendaraan tempur dan kadang berupa lapis baja.






Howitzer yang terkenal dalam sejarah antara lain QF 25 pounder milik Inggris dari era Perang Dunia II, howitzer M198 dan M109 yang digunakan oleh Amerika Serikat pada akhir abad ke-20, dan howitzer G5 yang digunakan di Afrika Selatan selama tahun 1980.

QF 25 Pounder



M198 dan M109


Howitzer G5







sumber: 
  • http://www.amazine.co/17289/apa-itu-howitzer-sejarah-dan-jenis-howitzer/
  • en.wikipedia.org
.

Senin, 02 Februari 2015

Gas Mustard



Gas mustard adalah senjata kimia yang menyebabkan luka pada kulit dan saluran pernapasan. Senjata kimia ini lazim digunakan selama Perang Dunia I, sebelum akhirnya dilarang penggunaannya oleh Protokol Jenewa pada tahun 1925 M.


Juga dikenal sebagai sulfur mustard atau H, gas mustard adalah salah satu daftar dalam Konvensi Senjata Kimia tahun 1993 yang dilarang dalam hal produksi, penggunaan, penjualan, atau penimbunannya.




Meskipun disebut gas, senjata ini bukan gas, melainkan cairan kental yang mudah menguap. Uap gas mustard yang melayang di atas parit pada Perang Dunia I dihasilkan oleh cairan yang diaerosol, biasanya dijadikan sebagai proyektil yang ditembakkan.

Setelah teraerosol, sulfur mustard dapat bertahan selama beberapa hari di air dan tanah.

Gas mustard yang belum dimurnikan berbau seperti mustard atau bawang dan kadang-kadang memiliki warna kekuningan, sehingga menjelaskan nama dari senjata ini. Ketika dimurnikan, gas mustrad tidak berbau dan tidak berwarna, yang berpotensi bisa sangat berbahaya karena gejala akibat terpapar biasanya baru muncul dalam beberapa jam.

Ketika pengobatan dilakukan dengan cepat, pemulihan mungkin dilakukan; namun setelah beberapa jam paparan akan sulit membalikkan efek akibat senjata kimia ini.




Paparan gas mustard menyebabkan luka bakar khas pada kulit. Banyak korban dalam Perang Dunia I menjadi buta atau mengalami kerusakan penglihatan berat sebagai akibat dari paparan gas ini. Ketika dihirup, luka yang terjadi pada saluran pernapasan dapat menyebabkan kematian, biasanya setelah didahului penderitaan selama beberapa jam.

Gas mustard juga dikenal sebagai mutugen dan karsinogen, yang berarti bahwa setelah pemulihan, korban yang terkena masih berpotensi mengalami gangguan kesehatan.

Setelah mengalami paparan gas mustard, korban harus segera melepas pakaian yang dikenakan dan membasuh seluruh badan dengan air bersih.

Tidak ada obat penawar sehingga membilas tubuh secepat mungkin penting untuk membatasi cedera. Setelah tindakan dasar pertama tersebut, tindakan medis harus segera dilakukan untuk meminimalkan kerusakan pada tubuh.







sumber: http://www.amazine.co/39442/apa-itu-gas-mustard-fakta-sejarah-informasi-lainnya/
.