Tampilkan postingan dengan label Imperial Age. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Imperial Age. Tampilkan semua postingan

Minggu, 08 Maret 2015

Hubungan Aceh dan Turki Ottoman


Bendera Kekhalifahan Ottoman dan Bendera Kesultanan Aceh


Turki Ottoman dan Aceh, dua kesultanan yang secara geografis terpisah sangat jauh. Dua kesultanan ini pernah memiliki kedekatan hubungan bilateral yang terjalin cukup lama, yakni dari antara abad ke-16 hingga abad ke-19.

Sebenarnya Aceh bukanlah negara pertama di Asia Tenggara yang pernah memiliki hubungan dengan Ottoman. Kesultanan Samudera Pasai juga tercatat pernah memiliki hubungan dengan pedagang dari Turki, dimana hubungan perdagangan tersebut terjalin karena pada awalnya banyak pedagang Turki yang ikut dengan rombongan pedagang India ke beberapa kerajaan di Nusantara. Hal ini juga diperkuat oleh rekomendasi seorang musafir muslim terkenal dari Afrika Utara, yaitu Ibnu Battuta yang pernah berkunjung ke Samudera Pasai.

Hubungan antara Aceh dan Ottoman dimulai ketika Aceh yang menganggap kedatangan Portugis di Malaka sebagai ancaman. Aceh pun mengirimkan duta ke Ottoman untuk meminta sokongan dan bantuan. Pengiriman duta oleh Sultan Alauddin Al-Qahhar ke Ottoman dikarenakan sang sultan menganggap Ottoman, salah satu negara terbesar saat itu, dan memiliki kesamaan agama dengan Aceh, mungkin saja bisa membantu Aceh mencegah ekspansi politik dan perdagangan Portugis di Selat Malaka. Isu agama pun tentu saja dimainkan secara ekstensif di sini. Surat beliau ditujukan kepada Sultan Suleiman Al-Kanuni, atau Suleiman yang Luar Biasa, namun surat tersebut baru sampai pada masa pemerintahan Sultan Selim II, putra dan penerus Suleiman.

Pengiriman bantuan dari Ottoman ke Aceh sempat tertunda karena armada yang dipersiapkan untuk membantu Aceh harus dikirim terlebih dahulu ke Yaman untuk meredakan pemberontakan yang terjadi di sana. Barulah pada tahun 1566, bantuan dari Ottoman tiba di Aceh dibawah pimpinan Kurdoglu Hizir Reis. Dikatakan Aceh membayar bantuan tersebut dengan emas, permata, dan beras. Di bidang militer, Ottoman mengajari Aceh bagaimana cara menciptakan meriam. 


Pada abad ke 17, Aceh bisa berbangga hati karena bisa membuat meriam perunggu ukuran sedang. Bahkan pada saat itu atas bantuan Ottoman, Aceh juga berhasil membuat senapan putar bergagang dan arquebus. Hubungan Ottoman dengan Aceh mengakibatkan berkembangnya pertukaran antara Ottoman dengan Aceh dalam bidang militer, perdagangan, dan agama. 

Pada saat itu kapal – kapal Aceh sempat diizinkan mengibarkan bendera Ottoman. Hubungan erat antara Ottoman dengan Aceh ini sempat benar-benar menghambat misi Portugis untuk memonopoli perdagangan rempah – rempah. Portugis sempat ingin menyerang Aceh, namun gagal karena minimnya sumber daya manusianya di Laut Hindia.

Waktu terus berjalan, dan Aceh kembali mendapatkan ancaman yang kali ini datang dari Belanda. Pada tahun 1872 – 1873 Belanda ingin memperluas jajahannya, dan berniat untuk menyerang Aceh. Sultan Aceh pada saat itu, Mahmud Syah langsung mengirimkan surat ke Sultan Abdul Aziz dari Ottoman untuk kembali meminta bantuan. 


Namun pada saat ini, Sultan sudah mulai kehilangan kekuasaannya. Para menteri lah yang memegang kuasa lebih atas kesultanan pada saat itu, dan mereka lebih cenderung memilih untuk tidak mengirimkan bantuan ke Aceh, walau sang Sultan secara pribadi berkeinginan untuk membantu. Hal ini juga dipengaruhi oleh tekanan Inggris dan Perancis yang meminta Ottoman agar tidak ikut campur. 

Ottoman sendiri memang sudah memasuki periode kemunduran akhirnya, sampai negara tersebut dijuluki “Sick Man of Europe”, atau “Orang Sakit dari Eropa”. Kurang lebih 40 tahun kemudian, Kesultanan Ottoman pun menutup lembaran sejarahnya.





sumber: https://vincentandrik.wordpress.com/2014/03/30/ottoman-dan-aceh/
.

Jumat, 13 Februari 2015

Kelakuan Konyol Wanita Inggris di Era Victoria



Era victoria adalah era dimana Ratu Victoria menguasai Inggris. Era tersebut berlaku mulai dari 20 Juni 1837 hingga kematian Sang Ratu di tanggal 22 Januari 1901. Ini adalah salah satu era dimana Inggris mengalami masa-masa keemasannya sebagai sebuah negara.

Pada Era ini, Inggris menjadi salah satu negara paling sukses. Negara tersebut mengalami banyak kemajuan di bidang kesehatan dan teknologi di sepanjang era tersebut. Meski tampa sebagai era keemasan bagi Inggris, namun ada beberapa kebiasaa unik yang dilakukan orang di Era tersebut khususnya wanita. Penasaran apa saja mereka?



1.Para Gadis Berpuasa Dan Tidak Makan Seumur Hidup


Fenomena ini dikenal dengan nama “the fasting girl”. Gadis-gadis ini mengaku memiliki kemampuan untuk berpuasa, alias tidak memakan atau meminum apapun seumur hidupnya. Fenomena ini terjadi karena para gadis ingin terkenal sebagai pribadi dan makhluk yang unik.
Namun, menurut pengakuan orang terdekat dari para “fasting girls” gadis-gadis ini tetap makan seperti orang biasa, namun pura-pura tidak makan di depan umum. Salah satu fasting girl yang terkenal adalah Mollie Fancer yang mengaku bahwa dirinya tidak makan selama empat belas tahun.






2. Para Wanita Suka Berlagak Pingsan


Gadis-gadis di Era Victoria memang terkenal cantik, dan akan melakukan apapun untuk kecantikan mereka. Tidak hanya kecantikan fisik, para gadis ini juga “dituntut” untuk memiliki sifat, gerak-gerik dan tutur kata yang anggun, seanggun Ratu Victoria.

Pada Era ini, melihat gadis pingsan adalah hal yang wajar yang terjadi hampir setiap saat. Seorang gadis akan pingsan sebagai reaksi dari takut, kaget atau sedih. Pingsan dianggap sebagai perwujudan dari sikap lemah lembut dan para pria yang menangkap sang wanita ketika pingsan akan dianggap sebagai pria gentle.






3. Pinggang Super Kecil



Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, penampilan adalah segalanya bagi wanita di zaman victoria. Dan kriteria “cantik” di Era Victoria memang acapkali membuat tercengang. Pada masa itu, semakin kecil pinggang wanita, maka semakin cantik pula ia di mata masyarakat.
Sejak itulah teknik mengikat pinggang mulai terkenal. Wanita-wanita akan memakai korset yang demikian ketat dan menggunakan ikatan khusus di bagian pinggang sehingga pinggang mereka menjadi sangat kecil. Gadis dengan pinggang kecil seperti ini dianggap akan lebih anggun jika memakai gaun.





4.Tato


Tato mungkin adalah hal yang lumrah saat ini. Baik para wanita ataupun pria, tua maunpun muda banyak yang menyukai seni merajah tubuh ini. Namun di abad ke 19 hanya orang-orang kriminillah yang menato tubuhnya.

Namun, pada tahun 1862 anak dari Ratu Victoria, Pince of Wales menato tubuhnya ketika sedang berada di Jerusalem. Sejak itu, para anak muda di Inggris mengikuti tato sebagai sebuah trend. Di sebuah artikel di tahun 1898 menyebutkan bahwa ada lebih dari 100.000 orang yang memiliki tato di tubuhnya kala itu.






5. Menggunakan Racun Arsenik Sebagai Kosmetik


Arsenik adalah zat kimia berbahaya yang dapat larut dalam air. Racun ini dikenal sangat berbaya karena bisa menyerang organ vital manusia jika dibiarkan menumpuk dalam tubuh dan menyebabkan kematian yang instan. Namun, di Era Victoria, racun ini justru digunakan sebagai bahan kosmetik.

Para wanita berlomba-lomba mencampurkan arsenik ke dalam air mandi mereka. Mereka juga mencampurkan bahan berbahaya itu di dalam sampo dan sabun. Para pria juga tidak mau ketinggalan. Mereka meminum pil arsenik untuk meningkatkan vitalitas. Namun apakah arsenik punya efek terhadap kecantikan dan vitalitas? Sayangnya tidak. Namun orang-orang di kala itu terus menggunakannya karena itulah trend yang sedang berdeaar.
Demikianlah beberapa kebiasaan aneh yang dilakukan para wanita di Era Victoria. Masa-masa itu memang sangat gemilang bagi Inggris, namun rakyatnya melakukan banyak sekali hal aneh dan menyakitkan untuk terlihat cantik.

Namun, di masa sekarangpun kita bisa melihat banyak sekali cara-cara aneh untuk mempercantik diri. Mulai dari menggunakan masker menjijikkan seperti masker lendir keong hingga diet dengan menelan kapas. Intinya, obsesi untuk menjadi cantik bisa membuat kita 
melakukan hal-hal di luar nalar.







sumber: http://boombastis.com/2015/02/05/era-victoria/
.

Kamis, 12 Februari 2015

Revolusi Perancis




Revolusi Perancis dimulai ketika kaum revolusioner menyerbu penjara Bastille, Pada abad ke-18, Bastille merupakan penjara yang diperuntukkan bagi tahanan politik.


Bastille diserbu pada tanggal 14 Juli 1789 dan menjadi momen penanda dimulainya Revolusi Perancis.

Perasaan marah, rasa tertindas, dan kebencian terhadap kerajaan telah tumbuh di tengah-tengah masyarakat Perancis untuk waktu yang lama. Beberapa penyebab yang mendasari Revolusi Perancis adalah terjadinya ketidakadilan, kemiskinan, dan kekurangan pangan.

Pada abad 18, Perancis merupakan negara yang diperintah oleh feodalisme. Salah satu konsekuensinya, tidak terdapat kontrol keuangan negara yang memadai sehingga Perancis terjebak dalam utang dalam jumlah besar.

Masyarakat Perancis pada abad ke-18 dibagi menjadi tiga golongan. Golongan pertama terdiri dari pemuka agama. Banyak diantara mereka merupakan orang kaya dan pemilik tanah. Golongan kedua adalah kelas istimewa lain yang terdiri atas kaum bangsawan yang memiliki posisi tinggi sekaligus pengaruh besar. Sedangkan golongan ketiga adalah rakyat kebanyakan yang tidak memiliki kekayaan serta pengaruh.

Meskipun kebanyakan rakyat hidup miskin, mereka masih diharuskan membayar pajak yang tinggi oleh pemerintah. Hal ini pada akhirnya memicu ketidakpuasan dan menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya revolusi Perancis.

Enlightment (pencerahan) juga sering dianggap sebagai salah satu penyebab Revolusi Perancis. Enlightment merupakan masa ketika orang mulai menyadari bahwa menggunakan akal tidak melanggar agama.

Di tengah-tengah orang yang frustrasi dan tidak puas terhadap pemerintah, popularitas filsuf yang mendorong orang untuk berpikir kritis dan bebas semakin meningkat. Ide tentang kebebasan dan kesetaraan menginspirasi masyarakat untuk memperjuangkan keyakinan tersebut.

Masalah kelaparan juga memperburuk keadaan. Akibat sektor pertanian yang salah urus, terjadi banyak kegagalan panen sehingga masyarakat pedesaan pindah ke Paris untuk mencari kerja.

Semua gabungan faktor-faktor tersebut memicu terjadinya Revolusi Perancis yang bersejarah. Kaum revolusioner akhirnya berhasil menumbangkan raja Louis XVI yang berkuasa pada saat itu.









sumber: http://www.amazine.co/17070/sejarah-perancis-3-penyebab-revolusi-perancis/
.

Sabtu, 07 Februari 2015

Howitzer



Howitzer adalah jenis senjata artileri yang digunakan untuk serangan darat. Howitzer memainkan peran penting dalam berbagai peperangan karena daya rusak yang kuat namun tetap fleksibel untuk dipindahkan sesuai keperluan.


Nama Howitzer berasal dari kata dalam bahasa Ceko houfnice (diturunkan dari bahasa Jerman: haubitze dan bahasa Belanda: houwitser), sebuah meriam dari abad ke-15 yang digunakan oleh suku Hussite dalam Perang Hussite (1419-1434 M) antara Kristen Protestan dan Katholik.




Howitzer modern pertama kali muncul pada akhir abad ke-17, ketika orang Swedia menggunakannya dalam pertempuran untuk menghancurkan benteng musuh.

Dibanding mortir dan meriam lainnya, howitzer dianggap lebih fleksibel karena dapat menembak dari berbagai sudut yang berbeda. Ini berarti howitzer dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan sehingga memberikan pasukan sebuah senjata kuat yang serba guna.

Pada pertengahan abad ke-19, howitzer berkembang secara substansial. Pada saat itu, howitzer mampu menembakkan baik cannonball maupun proyektil berbahan peledak sehingga senjata ini sering pula disebut sebagai ‘gun-howitzer’.

Howitzer juga dirancang lebih praktis sehingga mudah dipindahkan dan disiapkan dengan cepat. Field howitzer (howitzer lapangan) terus dirancang semakin besar sehingga mampu memusnahkan dinding perlindungan musuh dan halangan lain.

Saat Perang Dunia I, howitzer bahkan berkembang lebih jauh lagi dengan laras yang lebih besar, kecepatan yang lebih tinggi, dan kaliber lebih besar.

Senjata ini banyak digunakan dalam Perang Dunia I, terutama pada pertempuran parit. Howitzer digunakan untuk ‘membom’ parit pertahanan musuh untuk menciptakan kerusakan yang masif.



Ada berbagai jenis howitzer yang umumnya dibagi berdasarkan mobilitas mereka :


‘field howitzer’ merupakan jenis yang dapat dibawa dan dipindahkan sepanjang pertempuran oleh infanteri lapangan dengan bantuan semacam kereta.



‘Pack howitzer’ merupakan jenis howitzer yang bisa dibongkar kemudian dirakit kembali di tempat pertempuran.



‘Siege howitzer’ umumnya berukuran besar sehingga harus diangkut dengan helikopter dan kemudian dipasang semi permanen.



‘Self-propelled howitzer’ menyerupai tank karena terpasang pada kendaraan tempur dan kadang berupa lapis baja.






Howitzer yang terkenal dalam sejarah antara lain QF 25 pounder milik Inggris dari era Perang Dunia II, howitzer M198 dan M109 yang digunakan oleh Amerika Serikat pada akhir abad ke-20, dan howitzer G5 yang digunakan di Afrika Selatan selama tahun 1980.

QF 25 Pounder



M198 dan M109


Howitzer G5







sumber: 
  • http://www.amazine.co/17289/apa-itu-howitzer-sejarah-dan-jenis-howitzer/
  • en.wikipedia.org
.

Jumat, 02 Januari 2015

Battle of Waterloo




Pada tahun 1814, perang selama 25 tahun akhirnya berakhir dengan penyeraan kaisar Napoleon dan pembuangannya ke pulau Elba Mediterania. Kekuatan-kekuatan di Eropa mulai fokus untuk mengembalikan normalitas dan perdamaian.


Pada 1 Maret 1815 Napoleon melarikan diri dari Pulau Elba dan datang ke Perancis. Di Paris, sembilan belas hari kemudian ia kembali mendapatkan kedudukannya yaitu sebagai Kaisar. Pasukannya setia kepadanya. Para prajurit yang telah ditangkap selama tahun-tahun pertempuran yang lalu telah dibebaskan dan ini memungkinkan Napoleon untuk mereformasi kekuatan perangnya.

Para tentara sekutu di eropa mulai berkumpul kembali dan bersiap untuk melanjutkan perang guna menggulingkan Napoleon (lagi). Napoleon memutuskan untuk segera menyerang tentara Inggris, Prusia, Belgia dan Belanda sebelum kekuatan datang membantu mereka. Dia mengadakan long march ke Belgia.

Pertempuran Waterloo terjadi pada tanggal 18 Juni 1815 di dekat kota Waterloo sekitar 15 km selatan ibukota Belgia, Brussels, merupakan pertempuran terakhir Napoleon. Kekalahan dalam perang ini menjadi penutup sejarahnya sebagai Kaisar Perancis. Pertempuran ini juga dicatat dalam sejarah sebagai penutup dari seratus hari sejak larinya Napoleon dari pulau Elba.

Kekalahan pasukan Perancis, di bawah pimpinan Napoleon melawan pasukan Inggris-Belanda-Jerman di bawah Jenderal Wellington dan sekutu Prussia-nya di bawahFeldmarschall Blücher, mengakhiri kekuasaan seratus hari Napoleon dan diikuti dengan akhir dari Kekaisaran Perancis yang Pertama pada 22 Juni 1815.



ilustrasi seragam dan atribut tentara Inggris saat perang Waterloo



Setelah kekalahan militer total yang kedua dalam waktu yang berdekatan ini Perancis dibebankan persyaratan perdamaian yang memberatkan dalam Perjanjian Paris yang Kedua dan Napoleon menjadi tawanan perang oleh pihak Inggris dan ditahan di Pulau St. Helena di lautan Atlantik hingga meninggalnya pada 5 Mei 1821 sebagai orang buangan.





Pada 13 Maret 1815 enam hari sebelum Napoléon tiba di Paris, Kongres Wina menyatakannya sebagai penjahat. Empat hari kemudian, Britania Raya, Rusia, Austria dan Prusia memobilisasi tentara mereka untuk mengalahkan Napoléon. Napoléon mengetahui bahwa sekali gagal untuk mencegah satu atau lebih dari sekutu-sekutu Koalisi Ketujuh maka kesempatan satu-satunya untuk tetap memegang kekuasaan adalah menyerang sebelum Koalisi sempat bergerak.


Susunan awal pasukan Wellington dimaksudkan untuk membalas ancaman Napoléon yang mengepung tentara Koalisi dengan bergerak melewati Mons ke barat-daya Brussels. Hal ini dapat memutus jalur komunikasi Wellington dengan pangkalannya di Oostende, tetapi dapat menempatkan pasukannya lebih dekat dengan pasukan Blücher. Napoléon memanfaatkan kekhawatiran Wellington dengan laporan intelijen palsu. Dia membagi pasukannya menjadi sayap kiri dengan Michell Ney sebagai komandan, sayap kanan dengan Emmanuel de Grouchy sebagai komandan dan pasukan cadangan yang dia komandani sendiri. Melintasi perbatasan dekat Charleroi sebelum fajar tanggal 15 Juni dan mengamankan posisi tengah antara pasukan Wellington dan Blücher.


Pada 16 Juni Wellington mendapat khabar dari Willem II dan terkejut mengetahui lajunya pasukan Napoléon. Segera dia memerintahkan pasukannya untuk berkosentrasi di Quatre Bras di mana Willem II dengan brigade Karl Bernhard dari Sachsen-Weimar-Eisenach mempertahankan posisi mereka melawan pasukan Ney. Ney diperintahkan untuk mengamankan persimpangan Quatre Bras untuk dapat di kemudian hari maju ke timur dan memperkuat Napoléon.





Napoléon bergerak menuju konsentrasi tentara Prusia pada 16 Juni dengan pasukan cadangan dan pasukan sayap kanan. Dia mengalahkan Blücher di Pertempuran Ligny. Di Quatre Bras Wellington datang dan memukul mundur Ney. Akan tetap kekalahan Prusia di Ligny membuat Wellington tidak dapat mempertahankan posisinya di Quatre Bras, maka keesokan harinya dia mundur ke utara mengambil posisi bertahan.


Prusia mundur dari Ligny tanpa gangguan dan juga tanpa disadari oleh pihak Perancis. Sebagian dari pasukan penjaga bagian belakang mereka tetap berada di posisi sampai dengan tengah malam dan beberapa tidak bergerak sampai pagi hari. Pasukan Prusia mundur ke utara sejajar dengan Wellington. Pasukan Prusia berkumpul di Korps IV Friedrich Wilhelm Freiherr von Büllow yang tidak diserang di Ligny dan berada dalam posisi yang kuat di selatan Waver.






Napoléon dengan pasukan cadangannya bergabung dengan pasukan Ney pada 17 Juni pukul 13:00 menyerang pasukan Wellington. Akan tetapi mereka tidak menemukan Wellington. Pasukan Perancis ini kemudian mencoba mengejar pasukan Wellington, tetapi hasilnya hanyalah pertempuran kecil pasukan kavaleri di Genepiën. Sebelum meninggalkan Ligny, Napoléon memerintahkan Grouchy untuk mengikuti alur mundur pasukan Prusia dengan pasukan sebesar 33.000 orang. 


Keterlambatan, ketidakpastian arah dari pasukan Prusia dan ketidakjelasan perintah membuat Grouchy tidak dapat mencegah pasukan Prusia mencapai Waver yang dari sana mereka dapat maju mendukung pasukan Wellington. Sebelum tanggal 18 Juni Wellington sudah tiba di posisinya di Waterloo, diikuti dengan bagian utama dari pasukan Napoléon. Pasukan Blücher berkumpul di sekitar Waver, sekitar 13 km ke arah timur.




Nama
Perang Napoleon/Pertempuran Waterloo

Tanggal
18 Juni 1815

Lokasi
Waterloo, Selatan Brussels, Belgia

Peserta (lomba kali hehe...)
Inggris, Jerman, Belgia, Belanda dan Prusia melawan Prancis Grande Armée

Jenderal
Duke of Wellington, Marsekal Blucher dan Prince of Orange melawan Kaisar Napoleon

Jumlah tentara
23.000 pasukan Inggris dengan 44.000 tentara sekutu dan 160 senjata melawan 74.000 pasukan Prancis dan 250 senjata.

Korban
Perancis 25.000 tewas atau terluka, 7.000 ditawan,15.000 hilang
Inggris dan koalisi 22.000 tewas atau terluka, 1.400 hilang.

Pemenang
Inggris, Jerman, Belgia, Belanda dan Prusia






sumber referensi: Brtitishbattles.com & Wikipedia

.

Rabu, 24 Desember 2014

Bajak Laut Pertama yang Memakai Bendera "Jolly Roger"



John "Calico Jack" Rackham adalah seorang bajak laut Karibia yang terkenal karena desain Jolly Roger buatannya. Selain itu, Rackham dikenal sebagai kapten bajak laut yang memiliki kru dua orang wanita dimana salah satunya adalah istrinya sendiri. Ketenarannya sangat melegenda dan menginspirasi para bajak laut sesudah kematiannya.



Origins of John Rackham



Nama: John Rackham
Julukan: Calico Jack
TTL: Cuba, 27 Desember 1682
Daerah Pelayaran: Karibia
Pertempuran: Aksi 20 Oktober 1720

Sangat minim informasi mengenai kehidupan masa lalu Rackham. Diketahui bahwa Rackham lahir di Kuba namun tinggal di Inggris. Pada tahun 1718 Rackham bekerja sebagaiJurumudi di sebuah kapal perang Inggris bernama Neptune dibawah kendali Kapten Charles Vane.




Awal Karir Rackham

Suatu hari Kapten Vane merampok harta dari beberapa kapal di sekitar New York. Ketika hendak pergi, Neptune berpapasan dengan kapal perang Perancis yang berukuran dua kali lipat lebih besar dan dikejar. Kapten Vane memerintahkan anak buahnya untuk lari menghindari pertempuran. Namun tiba-tiba Rackham berseru bahwa mereka sebaiknya bertempur karena hal tersebut dapat membawa keuntungan besar. Dari total 90 kru kapal, hanya 15 orang yang menolak pendapat Rackham. Namun bagaimanapun juga, Vane adalah kapten mereka dan keputusan sang kapten adalah mutlak. Akhirnya mereka kabur didampingi dengan rasa kecewa.

Pada 24 November 1718, terjadi sebuah pergumulan diantara kru Vane. Mereka berpendapat bahwa kapten Vane adalah seorang pengecut. Kemudian mereka melakukan voting dan menyatakan bahwa Rackham sangat cocok sebagai kapten baru mereka. Akhirnya Rackham diangkat sebagai kapten sementara Vane diusir bersama para pendukungnya. Rackham memberikan Vane sebuah kapal kecil yang berisi suplai makanan dan amunisi lalu membiarkan Vane pergi. Sejak saat itu Rackham mendapat julukan Calico Jack karena kebiasaanya menggunakan pakaian berwarna calico.




Kapten Calico Jack

Dalam memulai karirnya sebagai kapten baru, Rackham merampas sebuah kapal Jamaika kecil yang bernama Kingston dan menjadikannya sebagai kapal induk. Kemudian Jack membuat desain bendera dengan kain warna hitam yang digambarkan sebuah tengkorak dengan dua pedang saling silang.

(NOTES: Desain ini yang kemudian menjadi inspirasi lambang bendera bajak laut sampai sekarang)

Mereka memulai pelayaran ke daerah Karibia dan merampas beberapa kapal besar di sekitar Bermuda. Pada awal 1719, Jack berlayar ke Nassau di kepulauan Bahama untuk menerima pengampunan resmi pemerintah dan mendapatkan komisi. Saat itu Gubernur Woodes Rogers bertugas untuk mengatasi masalah perompak di Karibia yang sedang merajalela.




Pertemuan Dengan Anne Bonny dan Mary Read




Jack bertemu dengan seorang wanita di bar yang diketahui dengan nama Anne Bonny dan mulai menjalin hubungan. Namun suami Anne mengetahui keterikatan Anne dan Jack. Jack kemudian menyatakan akan membeli Anne dengan paksa namun ditolak oleh Anne karena dia bukan binatang. Akhirnya Anne kabur bersama Jack dan bersedia ikut berlayar. Jack mendapatkan beberapa kru baru dan merampas sebuah kapal milik John Ham.

Mereka berlayar selama kurang lebih dua bulan dan sempat bertempur dengan beberapa bajak laut lain. Jack menjadi semakin kuat karena setiap memenangkan pertempuran, dia mengajak lawan untuk bergabung sebagai kru nya. Anne mulai memperhatikan pria lain yang dikenal dengan nama Read. Namun betapa kagetnya Anne ketika Read membongkar jati dirinya bahwa dia adalah wanita, namun hanya Anne yang tahu. Suatu hari, Jack yang sudah merasa cemburu ingin membunuh Read, namun akhirnya Read kembali membongkar jati diri kepada kepada seluruh kru. Akhirnya Jack menerima Mary Read untuk tetap berlayar bersamanya.




Akhir Karir Jack



Pada Oktober 1720, Jack berlayar disekitar Jamaika dan menyerang beberapa kapal nelayan. Tidak hanya itu, dia juga meneror penduduk sekitar pantai. Ketika Jack dan krunya sedang berpesta rum bersama beberapa orang Inggris, dia diserang oleh kapal perang yang dikirimkan oleh Gubernur Nicholas Lawes. Jack berserta kru nya ditangkap dan dibawa ke Jamaika dimana mereka akan diadili. Akhirnya pada 18 November 1720, Jack tewas karena hukuman gantung di Port Royale.




Calico Jack Di Era Modern

Calico Jack muncul sebagai inspirasi Calico Yorki dalam serial anime One Piece. Dalam One Piece, Yorki adalah seorang kapten bajak laut pemusik yang mengarungi Grand Line 50 tahun sebelum Luffy. Dimana salah satu kru nya yang bernama Brook akhirnya menjadi kru Luffy.






Calico Jack juga muncul dalam film bajak laut produksi Disney, yaitu Pirates of the Caribbean: The Curse of the Black Pearl. Namun sayangnya Jack muncul sebagai mayat yang digantung saat Jack Sparrow datang di pintu masuk Port Royale. Bahkan Jolly Roger (bendera bajak laut) Black Pearl menampakkan keaslian Jolly Roger Calico Jack pada awal munculnya Black Pearl.






John 'Jack' Rackham muncul juga di game Assassin's Creed 4 Black Flag (tema bajak laut), dia mati di Kingston dihukum dengan cara dimasukan ke 'Gibbet'
semacam sangkar yang ukurannya pas untuk manusia agar tidak bisa leluasa bergerak, hanya bisa berdiri saja sampai mati terbakar matahari atau dehidrasi.



Selain itu Calico Jack muncul sebagai tokoh bajak laut di beberapa novel, games, film series produksi starz "Black Sails" (imdb), dan dalam komik Petualangan Tintin Calico Jack menginspirasi karakter bajak laut yang bernama Red Rackham.







sumber: 
  • http://en.wikipedia.org/wiki/Calico_Jack
  • http://www.thepirateking.com/bios/rackham_calico_jack.htm
.

Selasa, 01 Juli 2014

Masa Pendudukan Inggris di Nusantara



Perang di Eropa juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan di India- Belanda. Ketika Napoleon Bonaparte berkuasa di Prancis, Belanda yang kalah perang, berada di bawah kekuasaan Prancis dari tahun 1806 sampai tahun 1813 M. 

Napoleon menempatkan adiknya, Louis Bonaparte menjadi Raja di Belanda. Perubahan situasi di Eropa juga berimbas ke kawasan Asia Tenggara, di mana terdapat persaingan dagang antara Belanda dan Inggris.


Louis Bonaparte mengangkat salah seorang perwira tingginya, Herman Willem Daendels menjadi Gubernur Jenderal di India-Belanda. Daendels sebenarnya adalah seorang pengacara Belanda dan memimpin gerakan melawan Willem V dari Oranien. Setelah gerakannya dihancurkan, ia melarikan diri ke Prancis dan bergabung dengan tentara revolusi dan ikut mengambil bagian dalam penyerbuan Prancis ke Belanda tahun 1793. Tahun 1799 ia mencapai pangkat Letnan Jenderal.

Untuk memperkuat pertahanan serta mempercepat gerakan pasukannya, Daendels membangun jalan dari Anyer di ujung barat Jawa Barat, sampai Panarukan di ujung timur Jawa Timur. Dalam pembuatan jalan tersebut, rakyat di pulau Jawa yang menjadi korban, karena pada dasarnya, mereka dipaksa untuk bekerja dengan kondisi yang sangat berat, sehingga pembangunan jalan tersebut yang memerlukan waktu sekitar empat tahun, diperkirakan telah menelan korban jiwa ribuan rakyat di Jawa, dan membawa kesengsaraan bagi keluarga yang ditinggalkan.




Gilbert Elliot-Murray-Kynynmound, 1st Earl of Minto, Viscount Melgund Of Melgund, di Indonesia dikenal sebagai Lord Minto, Gubernur Jenderal Inggris di India (1807 – 1813), memimpin armada Inggris menyerbu Jawa, dan pada 6 Agustus 1811, bersama Thomas Stamford Raffles, pasukan Inggris mendarat di Jawa, tanpa suatu perlawanan yang berarti dari tentara Belanda-Prancis, tentara Inggris menduduki pulau Jawa dan kemudian menguasai seluruh wilayah Belanda-Prancis. Pada 11 September 1811 Raffles, yang waktu itu baru berusia 30 tahun, diangkat menjadi Letnan Gubernur Jenderal untuk India-Belanda. Itulah awal penjajahan Inggris di Indonesia, yang juga disebut sebagai The British Interregnum.

Raffles melakukan sejumlah reformasi atas sistem kolonial Belanda, untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun reformasi yang menelan biaya cukup tinggi, tentu tidak disukai oleh British East India Company, yang adalah suatu perkumpulan dagang yang berorientasi pada keuntungan perdagangan, dan bukan suatu organisasi sosial. Raffles tidak hanya melakukan perubahan drastis dalam masalah administrasi, melainkan melakukan sejumlah ekspedisi dan penelitian di Jawa dan Sumatra, termasuk ke wilayah pedalaman. Di masa pemerintahan Raffles, candi Borobudur yang telah tertutup hutan belantara selama ratusan tahun –sejak kerajaan-kerajaan Hindu/Buddha dihancurkan oleh kerajaan-kerajaan Islam- ditemukan kembali dan kemudian mulai dipugar. Selain itu juga ditemukan jenis bunga yang sangat langka, yang kemudian dinamakan Rafflesia.

Setelah menderita sakit berat dan meninggalnya sang isteri, Raffles yang waktu itu telah bertugas sekitar 4 ½ tahun dipanggil pulang ke Inggris. Tanggal 25 Maret 1816, Raffles berlayar kembali ke Inggris, dan tentunya tanpa rekomendasi yang positif dari para direktur British East India Company. Namun di Inggris, dia mendapat penghargaan sehingga diangkat menjadi bangsawan dengan gelar Sir. Selain membawa sejumlah perubahan dan perbaikan di India Belanda selama menjadi Letnan Gubernur Jenderal, Raffles juga menulis buku The History of Java, yang diterbitkan tahun 1817.

Raffles diganti oleh John Fendall sebagai Letnan Gubernur Jenderal, yang memegang jabatan ini sampai “penyerahan” kembali India Belanda kepada Belanda. Godert A.G.P. Baron van der Capellen menjadi Gubernur Jenderal India Belanda (1816 – 1826) setelah British Interregnum.


Setelah tentara Prancis pada 18 Juni 1815 di Waterloo dihancurkan oleh tentara koalisi di bawah Jenderal Wellington dan Jenderal Blücher, Napoleon Bonaparte ditangkap dan dibuang ke pulau St. Helena. Di Eropa terjadi perubahan situasi politik, di mana Inggris berdamai lagi dengan Belanda. Sebagai akibat perdamaian ini, pada 19 Agustus 1816 wilayah India-Belanda “diserahkan” kembali kepada Belanda, tak ubahnya seperti menyerahkan suatu barang. Ini juga merupakan akhir dari British Interregnum. Setelah itu, Inggris hanya menguasai Bengkulu.

Pada tahun 1813, Baron Minto (meninggal tahun 1814) digantikan oleh Marques of Hastings (1813 – 1821) sebagai Gubernur Jenderal di India, sedangkan Sir Thomas Stamford Raffles sendiri ditugaskan di Bengkulu, yang masih dikuasai oleh Inggris. Raffles berpendapat, untuk mengamankan dan memperlancar perdagangan British East India Company di Asia Timur, perlu didirikan pelabuhan yang akan dijadikan basis. Lord Hastings menyetujui gagasan tersebut. Pada 7 Desember 1818 Raffles berlayar dari Calcutta menuju Selat Malaka dan pada 29 Januari 1819, dia mendarat di pantai suatu pulau di sebelah selatan Malaya yang bernama Singapura. Waktu itu wilayah yang dihuni oleh orang Melayu, masih berada di bawah kekuasaan Belanda. Setelah usai bertugas selama tiga tahun sebagai Letnan Gubernur di Bengkulu, Raflles kembali ke Singapura tahun 1822, dan melanjutkan pembangunan Singapura di mana ia melakukan sejumlah perubahan. Pada bulan Januari 1823, ia menyatakan Singapore sebagai pelabuhan bebas. Pernyataan tersebut berbunyi antara lain:


“… the Port of Singapore is a free Port, and the trade thereof is open to ships and vessels of every nation . . . equally and alike to all.”



Belanda dan Inggris sepakat untuk melakukan “tukar guling” atas Singapura dan Bengkulu. Dalam Traktat London tanggal 17 Maret 1824, Belanda melepaskan seluruh haknya atas Singapura kepada Inggris dan sebagai imbalan, Belanda memperoleh Bengkulu.

Tak lama setelah perjanjian itu, Raffles berlayar kembali ke Inggris dan tiba di London tanggal 22 Agustus 1824. Dia membantu mendirikan kebun bintang di London, London Zoo, dan diangkat menjadi direktur pertama kebun binatang tersebut. Raffles meninggal bulan Juli 1826 karena tumor otak.






Oleh: Batara R. Hutagalung dari http://batarahutagalung.blogspot.com
.